BAB
3
SISTEM
KOMUNIKASI INTRA PERSONAL
Sensasi
adalah proses menangkap stimuli. Perepsi ialah proses member makna pada sensasi
sehingga manusia memeroleh pengetahuan baru. Dengan kata lain, persepsi
mengubah sensasi menjadi informasi. Memori adalah proses menyimpan informasi
dan memanggilnya kembali. Berpikir adalah mengolah dan memanipulasi informasi
untuk memengaruhi kebutuhan atau memberikan respons.
3.1 Sensasi
Sensasi
adalah tahap palinga awal dalam penerimaan informasi. Sensasi berasal dari kata
“sense”, artinya alat penginderaan, yang menghubungkan organism dengan
lingkungannya. Dennis Coon (1977: 79) mengatakan “bila alat-alat indera
mengubah informasi menjad impuls-impuls saraf ---dengan ‘bahasa’ yang dipahami
(‘komputer’) otak--- maka terjadilah proses sensasi.” Sedangkan Benyamin B.Wolman
(1973: 3443) menuliskan “sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang
tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama
sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera.”
Seorang filusuf bernama John Locke
beranggapan bahwa there is nothing in the
mind except what wa first in the sense(tidak ada apa-apa dalam jiwa kita
kecuali harus lebih dulu lewat alat indera). Filusuf lain, Berkeley,
beranggapan bahwa andaikan kita tidak
mempunyai alat indera, dunia tidak akan ada.
Psikologi menyebut sembilan (bahkan
ada yang menyebut sebelas) alat indera: penglihatan, pendengaran, kinestesis,
vestibular, perabaan, temperature, rasa sakit, perasa, dan penciuman. Kita
dapat mengelompokkannya pada tiga macam indera penerima, sesuai sumber
informasi. Sumber informasi boleh berasal dari dunia luar (eksternal) atau dari
dalam diri individu sendiri(internal). Informasi dari luar diinderai oleh
ekseptor (misalnya, telinga atau mata). Informasi dari dalam diindera oleh
interoseptor(misalnya, sistem peredaran darah). Selain itu gerakan tuhuh kita
sendiri diindera oleh proprioseptor (misalnya, organ vestibular).
Apa saja yang menyentuh alat indera
disebut stimulus. Stimulus yang diubah menjadi energi saraf disampaikan ke otak
melalui proses transduksi. Agar dapat diterima pada alat indera, stimulus harus
cukup kuat. Batas minimal intensitas stimulus disebut ambang mutlak (absolute threshold).
Ketajaman sensasi ditentukan oleh
faktor-faktor personal. Brakesley, seorang peneliti mengatakan “we live in different taste worlds”.
Perbedaan sensasi dapat disebabkan oleh perbedaan pengalaman atau lingkungan
budaya, disamping kapasitas alat indera yang berbeda.
3.2 Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang
objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimulus
inderawi (sensory stimuli). Ada yang
dinamakan kekeliuan persepsi, ada salah persepsi. Kekeliruan persepsi dapat
dicontohkan jika anda memanggil teman sekelas anda, namun ternyata orang itu
ternyata adalah orang asing yang baru anda kenal. Kesalahan persepsi
dicontohkan ketika saya mengucapkan kata “nasi”, tetapi Anda mendengar “asi”.
Persepsi ditentukan oleh faktor
personal dan faktor situasional. David Krench dan Richard S. Crutchfield (1977:
235) menyebutnya faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor lainnya yang
sangat mempengaruhi persepsi, yakni perhatian
3.2.1 Perhatian (attention)
Kennetth
E. Andersen (1972:46) mendefinisikan “perhatian adalah proses mental ketika
stimulus atau rangkaian stimulus menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimulus
lainnya melemah”. Perhatian terjadi bile kita mengonsentrasiakn diri pada salah
satu alat indera kita, dan mengenyampingkan masukan-masukan melalui alat indera
yang lain.
Faktor
Eksternal Penarik Perhatian
Stimulius
diperhatikan karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol, antara lain: gerakan,
intensitas stimulus, kebaruan, dan perulangan. Perulangan mengandung unsure
sugessti. Emil Dofivat (1968), tokoh aliran publistik Jerman, menyebut perulangan sebagai satu
diantara tiga prinsip pnting dalam menaklukkan massa.
Dofivat
menyebut tiga prinsip dalam menggerakkan massa (die Grundgesetze der
Masssenfuhgung):
1. Die Geistige Vereinfachung: tema-tema
yang disampaikan harus disajikan dengan bahasa yang sederhan dan jelas.
2. Die hammernde Weiderhoulung: gagasan
yang sama diulang-ulangberkali-kali dengan cara penyajian yang mungkin beraneka
ragam. Dofivat mengutip Al dous Huxley dalam brave New World bahwa kebenaran
adalah kebohongan diaklikan dengan 62.000.
3. Die gefuhlmassige stigerung:
Penggunaan emosi secara intensif. Emosi itu antara lain kebencian, rasa belas
kasihan, perasaan bersalah, keinginan menonjol (Dofivat, 1968: 114-164).
Faktor Internal Penarik
Perhatian
·
Faktor-faktor
biologis
·
Faktor-faktor
sosiopsikologis
·
Motif
sosiogenis, sikap, kebiasaan, dan kemauan, mempengaruhi apa yang kita
perhatikan.
Kenneth E. Andersen (1972:51-52)
menyimpulkan dalil-dalil tentang perhatian selektif yang harus diperhatikan
oleh ahli-ahli komunikasi.
1) Perhatian itu merupakan proses yang
harus aktifa dan dinamis, bukan pasif dan refleksif.
2) Kita cenderung memerhatikan hal-hal
tertentu yang penting, menonjol, atau melibatkan diri kita.
3) Kita menaruh perhatian pada hal-hal
tertentu
4) Kebiasaan sangat penting dalam
menentukan apa yang menarik perhatian, tetapi juga apa yang secara potensial
akan menarik perhatian kita.
5) Dalam situasi tertentu, kita secara
sengaja menstrukturkan perilaku kita untuk menghindari terpaan timuli tertentu
yang ingin ita abaikan.
6) Kadang-kadang konsentrasi yang sangat
kuat mendistorsi persepsi kita.
7) Perhatian tergantung kepada kesiapan
mental kita.
8) Tenaga-tenaga motivasional sangat
penting dalam menentukan perhatian dan persepsi.
9) Intensitas perhatian tidak konstan.
10) Dalam hal stimuli yang menerima
perhatian, perhatian juga tidak konstan.
11) Usaha untuk mencurahkan perhatian
sering tidak menguntungkan karena usaha itu sering menuntut perhatian. Pada
akhirnya, perhatian terhadap stimuli mungkin akan berhenti.
12) Kita mampu menaru perhatian pada
berbagai stimuli secara serentak.
13) Perubahan atau variasi sangat penting
dalam menarik dan mempertahankan perhatian.
3.2.2
Faktor-Faktor Fungsional yang Menentukan Persepsi
Yang
menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi karakteristik
orang yang memberikan respons pada stimulus. Nilai sosial satu objek bergantung
pada kelompok sosial orang yang menilai. Disini, Krench dan Crutchfield
merumuskan dalil persepsi yang pertama: Persepsi bersifat selektif secara
fungsional. Dalil ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam
persepsi kita biasanya objek-objek yang memengaruhi tujuan individu yang
melakukan persepsi.
Kerangka Rujukan (Frame of
Reference)
·
Dalam
eksperimen psikofisik, Wever dan Zener menunjukkan bahwa penilaian terhadap
objek dalam hal beratnya bergatung pada rangkaian objek yang dinilainya.
·
Dalam
kegiatan komunikasi, kerangka rujukan memengaruhi bagaimana orang member makna
pada pesan yang diterimanya.
·
Menurut
McDavid dan Harari (1968:140), para psikolog menganggap konsep kerangka rujukan
ini amat berguna untuk menganalisis interpretasi perseptual dari peristiwa yang
dialami.
3.2.3
Faktor-Faktor Struktural yang Menentukan Persepsi
Menurut teori
Gestalt, bila kita memersepsi sesuatu, kita memersepsinya sebagai suatu
keseluruhan. Kita tidak melihat bagian-bagiannya, lalu menghimpunnya. Menurut
Kohler, “… de afzonderlijke veldgebieden (van
het waarnemingsveld) in dynamische
samenhang (d.w.z. in wissel-werking) staan
endat dientegevolge de eigen dynamisch dinnen deze samenhang de veerdeling van
het gegeuren en van zijn plaatselijke hoedaningheid mede bepaalt” (Menicke,
1957:79). Maksudnya, jika kita ingin memehami suatu peristiwa, kita tidak dapat
meneliti fakta-fakta yang terpisah; kita harus memandangnya dalam hubungan
keseluruhan. Untuk memahami sesorang, kita harus melihatnya dalam konteksnya,
dalam lingkungannya, dalam masalah yang dihadapinya. Dari prinsip ini, Krech
dan Crutchfield melahirkan dalil persepsi yang kedua: Medan perceptual dan
kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti.
Gestalt
memiliki prinsip yang disebut principles
of similarity. Kebudayaan juga berperan dalam melihat kesamaan. Dalam
komunikasi, dlil kesamaan dan kedekata sering dipakai oleh komunikator untuk
meningkatkan kredibilitasnya. Ia menghubungkan dirinya atau mengakrabkan
dirinya dengan orang-orang yang mempunyai prestise tinggi, maka terjadilah
sebutan gilt by association
(cemerlang kerena hubungan) atau guilt by
association (bersalah karena hubungan).
Jadi
kedekatan dalam ruang dan waktu menyebabkan stimulus ditanggap sebagai bagian
ari struktur yang sama. Menurut Krech dan Crutchfield, kecenderungan untuk
mengelompokkan stimulus berdasarkan kesamaan dan kedekatan adalah hal yang
universal.
3.3 Memori
Schlessinger
dan Groves (1976: 352) mendefinisikan “memori adlaah sistem yang sangat
berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan
menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya.”
Secara singkat,
memori melewati tiga proses: perekaman, penyimpanan, dan pemanggilan. Perekaman
(encoding) adalah pencatatan
informasi melalui reseptor indera dan sirkit saraf internal. Penyimpanan (storage) adalah menentukan berapa lama
informasi itu berada beserta kita, dalam bentuk apa, dan dimana. Pemanggilan (retrieval), dalam bahasa sehari-hari,
mengingat lagi, adalah menggunakan informasi yang disimpan (Mussen dan
Rosenzweig, 1973:499)
3.3.1 Jenis-jenis memori
Kita
tidak menyadari pekerjaan memori pada dua tahap yang pertama. Kita hanya
mengetahui memori pada tahap ketiga: pemanggilan kembali. Pemanggilan diketahui
dengan empat cara:
1) Pengingatan (Recall). Pengingatan adalah proses aktif untuk menghasilakan
kembali fakta dan informasi secara vervbatim (kata demi kata), tanpa petunjuk
yang jelas.
2) Pengenaln (Recognition)
Pilihan berganda (multiple-choice) dalam tes objektif menuntut pengenalan, bukan
pengingatan.
3) Belajar lagi (Relearning).
Mempelajari yang sudah pernah
dipelajari akan lebih cepat.
4) Redintegrasi (Redintegration).
3.3.2
Mekanisme Memori
Ada tiga teori
yang menjelaskan memori: teori aus, teori interferensi, dan teori pengolahan
informasi.
Teory Arus (Disuse Theory)
Menurut
teori ini, memori hilang atau memudar karena waktu. Willism James, juga Benton
J.Underwood membuktikan dengan eksperimen, bahwa “the more memorizing one does, the poorer one’s ability to memorzize” ---makin
sering mengingat makin jelek kemampuan mengingat (Hunt, 1982: 94).
Teori Interferensi
(Interference Theory)
Menurut
teori ini, memori merupakan meja lilin atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan
pada meja lilin atau kanvas itu. Jika misalnya dalam kanvas itu terekam hukum
relativitas dan segera setelah itu Anda mencoba merekam hukum medan gabungan ,
Yang kedua akan menyebabkan terhapusnya rekaman yang pertama atau mengaburkannya.
Ini disebut interferensi.
Inhibisi retroaktif (hambatan ke
belakang) terjadi jika kita misalnya kita menghafal halaman pertama dalam kamus
Inggris-Indonesia, lalu berhasil. Kemudian menghafal halaman kedua, berhasil
juga. Akan tetapi yang diingat pada halaman pertama berkurang. Inilah yang
disebut inhibisi retroaktif.
Lebih sering mengingat, lebih jelek
daya ingat kita. Ini disebut inhibisi proaktif (hambatan ke depan). Masih ada
satu hambatan lagi ---walaupun tidak tepat masuk teori interferensi, disebut
hambatan motivasional. Psikologi klinik membuktikan bahwa peristiwa-peristiwa
yang “melukai” hati kita cenderung dilupakan. Freud mengasali lupa pada proses represi
yang berkaitan dengan cemas atau ketakutan. Amnesia bisa terjadi karena
gangguan fisik atau psikologi; karena kerusakan otak atau neurosis. Sebaliknya,
sesuatu yang penting menurut kita, yang menarik perhatian kita, yang
memengaruhi kebutuhan kita, akan mudah kita ingat. Ini pengaruh faktor personal
dlam memori.
Teori Pengolahan Informasi
(Information Theory)
Secara
singkat, teori ini menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage (gudang inderawi),
kemudian masuk short-term memory (STM, memori jangka pendek); lalu
dilupakan atau dikoding untuk dimasukkan ke dalam long-term memory (LTM, memory jangka panjang).
Sensory
storage lebih merupakan proses perseptual daripada memori. Ada dua macam
memori: memori ikonis untuk materi yang kita peroleh secara visual, dan memori
ekosis untuk materi yang masuk secara auditif (melalui pendengaran). Sensory storage menyebabkan kita
meliahat rangkaina gambar seperti bergerak, ketika kita menonton film.
Informasi harus disandi (encoder) dan masuk pada short-term memory. STM sangat
terpengaruh interferensi. STM hanya mampu mengingat tujuh (plus atau minus dua)
bit informasi. Jumlah bit informasi ini disebut rentangan memori (memori span).
Untuk mengingatkan kemempuan STM, para psikolog menganjurkan kita untuk
memngelompokkan informasi; kelompoknya disebut chunk.
Ingatan adalah abila informasi yang
berhasil dipertahankan pada STM masuk kedalam LTM. LTM meliputi periode
penyimpanan informasi sejak emenit sampai seumur hidup. Kita dapat memasukkan
informasi dari STL ke LTM dengn chunking(membagi
dalam beberapa chunk), rehearsals (mengaktifkan STM untuk waktu
yang lama dengan mengulang-ulangnya), clustering
(mengelompokkan dalam konsep-konsep), atau methodde of loci (memvisualisasikan dalam benak kita materi yang
harus kita ingat).
3.4 Berpikir
3.4.1 Apakah Berpikir Itu?
Dalam
berpikir, kita melibatkan semua proses yang telah disebutkan, yaitu sensasi,
persepsi, dan memori.
Dalam memecahkan
suatu masalah, pikiran menggunakan
·
Gambaran,
yang disebut images atau citra oleh
Marx (1976) dan Coon (1977); disebut juga graphic
symbols atau lambang srafis (Fuch, 1967).
·
Lambang
verbal (verbal symbols)
“Berpikir
merupakan manpulasi atau organisasi unsure-unsur lingkungan dengan menggunakan
lambang-lambang sehingga tidak perlu langsung melakuakan kegiatan yang tampak,”
kata Floyd L. Ruch. Menurut Paul Mussen dan Mark R. Rosenzweig, “The term ‘thinking’ refers to many kind of
activities that involve the manipulation of concepts and symbols,
representations of objects and events” (1973:410). Jadi, berpikir
menunjukkan berbagai kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang,
sebagai pengganti objek dan peristiwa.
Hannah
Arendt dalam karya terakhirnya Thinking, mengatakan bahwa manusia tidak dapat
berpikir tanpa menggunakan bahasa atau lambang-lambang verbal. “Thought without speech is inconceivable”,
katanya. Galton, Faraday, Einstein, dan beberapa ilmuan terkenal lain
melaporkan bahwa mereka memecahkan masalah-masalah ilmiah dengan citra visual,
dan baru kemudian menerjemahkan pikiran merekan kedalam kata-kata. Berpikir
kita lakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan (decision making), memecahkan persoalan
(problem solving), dan menghasilkan
yang baru (creativity). Anita Taylor
et al. mendefinisikan berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan. Thinking is an inferring process (Taylor
et al. 1977:55)
3.4.2 Bagaimana Orang Berpikir?
Ada
dua macam berpikir :
·
Berpikir
austik, mungkin lebih tepat disebut melamun. Contohnya fantasi, mengkhayal, wishful thinking.
·
Berpikir
realistic, disbut juga nalar (reasoning),
ialah berpikit dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Floyd L.Ruch
menyebut tiga macam berpikir realistik: deduktif, induktif, evaluative (Ruch,
1967:336).
Berpikir
deduktif ialah mengambil kesimpulan dari dua pernyataan; yang pertama merupakan
pernyataan umum. Dalam logika, disebut juga silogisme. Berpikir induktif
dimulai dari hal-hal yang khusus dan kemudaian menarik mengambil kesimpulan
umum, kita melakukan generalisasi. Berpikir evaluative ialah berpikir kritis,
menilai baik-buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan. Kita menilainya
menurut kriteria tertentu.
Menurut
perkembangan mutakhir psikologi kognitif, manusia lebih sering berpikir tidak
logis daripada berpikir logis seperti berpikir deduktif. Kata Morton Hunt,
berpikir logis bukanlah kebiasaan kita atau hal yang alamiah. Cara berpikir
yang menurut kaidah logika tidak valid, yang biasanya kita lakukan, justru
berjalan agak baik dalam kebanyakan situasi sehari-hari. Berpikir tidak logis
ternyata lebih praktis, efisien, dan bermanfaat. Terkenal ucapan Wason dan
Johnsohn-Laird, “At best we can all think
like logicians; at worst, logicians all think like us” (Pada keadaan
terbaik, kita semua dapat berpikir seperti ahli logika; dalam keadaan terbaik,
kita sema dapat berpikiir seperti ahli logika; dalam keadaan terjelek, ahli
logika semua berpikir seperti kita).
Berpikir
analogis; umumnya menggunakan perbandingan atau kontras. Robert J. Stenberg,
psiolog dari Yale, menulis “kita berpikir secara analogis setip kali menetapkan
keputusan tentang sesuatu yang baru dalam pengalaman kita, dengan
menghubungkannya pada sesuatu yang sama pada masa lalu. Bila kita membeli ikan
mas, karena kita menyukai ikan mas yang dulu, atau jika kita mendengar nasihat
kawan, karena dahulu nasihatnya benar, kita berpikir secara analogis.”
Berpikir
analogis yang tidak logis paling sering digunakan untuk menetapkan keputusan,
memehkan soal, dan melahirkan gagasan baru.
3.4.3 Menetapkan Keputusan (Decision
Making)
Salah
satu fungsi berpikir ialah menetapkan keputusan. Keputusan yang kita ambil
beraneka ragam. Akan tetapi, ada tanda-tanda umumnya: (1) keputusan merupakan
hasil berpikir, hasil usaha intelektual; (2) keputusan selalu melibatkan
pilihan dari berbagai alternative; (3) keputusan selalu melibatkan tindakan
nyata, walaupun pelaksanaannya boleh diditangguhkan atau dilupakan.
Faktor persona amat menentukan apa
yang diputuskan, antara lain kognisi, motif dan sikap. Kognisi artinya kualitas
dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki. Pada kenyataannya, kgnisi, motif, dan
sikap berlangsung sekaligus.
3.4.4 Memecahkan Persoalan (Problem
Solving)
Proses memecahkan persoalan langsung
melalui lima tahap (tentu, tidak sesalu begitu!)
(1) Terjadi peristiwa ketika perilaku yang
biasa dihambat karena sebab-sebab tertentu.
(2) Mencoba menggali memori untuk
mengetahui cara-cara apa saja yang efektif pada pasa yang lalu.
(3) Mencoba seluruh kemungkinan pemecahan
yang pernah diingat atau yang dapat dipikirkan
(4) Mulai menggunakan lambang-lambang
verbal atau grafis untuk mengatasi masalah.
(5) Tiba-tiba terlintas dalam pikiran
suatu pemecahan. “Aha, sekareng saya tahu, teman saya tersinggung karena ucapan
saya.. Saya harus meminta maaf.” Kilasan pemecahan ini disebut Aha Erlebnis
(pengalaman Aha), atau lebih lazim disebut insight
solution.
Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Proses Pemecahan Masalah
Seperti
perilaku manusi yang lain, pemecahan masalah dipengaruhi faktor-faktor
situasional dan personal. Beberapa penelitian telah membuktikan pengaruh
faktor-faktor biologis terhadap proses
pemecahan masalah. Faktor biologis dan sosiopsikologis puun memengaruhinya,
seperti
(1)
Motivasi.
Motivasi yang rendah mengalahkan perhatian. MOtivasi yang tinggi membatasi
fleksibilitas
(2)
Kepercayaan
dan sikap yang salah. Sikap yang defensive akan cenderung menolak informasi
baru, merasionalisasikan kekeliruan, dan memepersukar penyelesaian.
(3)
Kebiasaan.
Kecenderungan untuk mempertahankan pola berpikir tertentu. “. . . cara berpikir
yang ditandai oleh emacam kekuranghormatan pada jawaban-jawaban lama, aturan
yang mapan, atau prinsp-prinsip yang sudah diterima. Semuanya tidak dipandang
sebagai otoritas yang final dan mutlak, melainkan diterima sebagai generalisasi
yang kini berguna, tetapi satu saat mungkin dibuang atau direvisi jika obervasi
yang baru gagal mendukung generalisasi tersebut” (Berrien.1951:45).
3.4.5 Berpikir Kreatif (Creative
Thinking)
Apa itu kreativitas?
Berpikir
kreatif, menurut James C.Coleman dan Cousstance L.Hamen (1974:452), adalah “thinking which produces new concepts, new
understandings, new inventions, new work of art.”
Berpikir
kreatif harus memenuhi tiga syarat. Pertama, kreativitas melibatkan respons
atau gagasan yang baru, atau yang secara statistik sangat jarang terjadi.
Kedua, dapat memecahkan persoalan secara realistis. Ketiga, kreativitas
merupakan usaha untuk mempertahankan insight yang original, menilai dan
mengembangkannya sebaik mungkin (MacKinnon, 1962:485)
Ketika
berpikir kreatif, jenis berpikir yang paling sering dipergunakan adalah
berpikir analogis. Guilford membedakan antara berpikir kreatif dan ta kreatif
dengan konsep berpikir konvergen dan divergen. Berpikir konvergen ialah
kemampuan untuk memberiakn satu jawabanyang tepat pada pertanyaan yang
diajukan. Kata Guilford, orang kreatif ditandai dengan pola berpikir divergen,
yakni mencoba menghasilkan sejumlah kemungkinan jawaban. Bepikir konvergen erat
kaitannya dengan kecerdasan; divergen, dengan kreativitas. Berpikir divergen
dapa diukur dengan fluency, flexibility,
dan originality.
Orang
kreatif ternyata berpikir analogis; mereka mampu melihat berbagai hubungan yang
tidak terlihat oleh orang lain. Berpikir analogis orang kreatif ditandai oleh
sifatnya yang luar biasa, aneh, dan kadang-kadang tidak rasional. Ada yang
mengatakan bahwa orang kreatif biasanya agak gila. Orang kretif melakukan
loncatan pemikiran yang memperdalam dan menjelaskan pemikiran. Geeorge Lakoff
dan Mark Johnson menjelaskan pemikiran kreatif berhasil memperluas cakrawala
pemikiran. Berpikir kreatif adalah berpikir analogis-metaforis.
Proses Berpikir Kreatif
Para
psikolog menyebutkan lima tahap berpikir kreatif.
(1) Orientasi: Masalah dirumuskan, dan aspek-aspek masalah
diidentifikasi
(2) Preparasi: Pikiran berusaha
mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan dengan masalah.
(3) Inkubasi: Pikiran beristirahat
sebentar, ketika berbagai pemecahan berhadapan dengan jalan buntu. Pada tahap
ini, proses pemecahan masalah berlangsung terus dalam jiwa bawah sadar kita.
(4) Iluminasi: Masa inkubasi berakhir
ketika pemikir memeroleh semacam ilham, serangkaian insight yang memecahkan masalah. Ini menimbulkan Aha Erlebnis.
(5) Verivikasi: Tahap terakhir untuk
menguji dan secara kritis menilai pemecahan masalah yang diajukan pada tahap
keempat.
Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif tumbuh subur bila
ditunjang oleh faktor personal dan situasional. Orang-orang kreatif memiliki
temperamen yang beraneka ragam. Walaupun demikian, ada beberapa faktor yang
secara umum menandai orang-orang kreatif (Coleman dan Hammen, 1974:455):
1) Kemampuan kognitif
2) Sikap yang terbuka
3) Sikap yang bebas, otonom, dan percaya
pada diri sendiri
Butir
nomor 3 membawa kita pada faktor-faktor situasional yang menyuburkan
kreativitas. Berpikir kreatif hanya berkembang pada masyarakat yang
terbuka, menghargai kesetiaan
primordial, tetapi membunuh prestasi yang menonjol, sukar untuk melahirkan
pemikiran-pemikiran kreatif.
Selain faktor-faktor lingkungan
psikososial, beberapa penelitian menunjukkan juga adanya faktor-faktor
situasional lainnya. Maltzman (1960) menunjukkan faktor peneguhan dari
lingkungan; Dutton (1970) menyebut terjadinya hal-hal istimewa bagi manusia kreatif;
dan Silvano Arieti menekankan faktor isolasi dalam menumbuhkan kreativitas
(Hunt, 1982:308)