BAB VIII
PERUBAHAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN
A. PENGANTAR
Selama hidup, manusia mengalami
perubahan. Perubahan hanya ditemukan oleh seseorang yang meneliti susuanan dan
kehidupan suatu masyarakat pada suatu waktu dan membandingkannya dengan susunan
di masa lampau.
Perubahan-perubahan masyarakat dapat
mengenai nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga
kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang,
interaksi sosial dan sebagainya. Karena luasnya bidang tersebut, maka seseorang
harus menentukan terlebuh dahulu perubahan apa yang dimaksudnya sebelum
melakukan penelitian.
Banyak sosiolog modern yang
mencurahkan perhatiannya pada masalah-masalah perubahan sosial dan kebudayaan
dalam masyarakat. Masalah tersebut menjadi lebih penting dalam hubungannya
dengan pembangunan ekonomi yang diusahakan oleh banyak masyarakat negara-negara
yang memperoleh kemerdekaan politiknya setelah Perang Dunia ke II. Mulanya,
sebagian besar ahli ekonomi mengira bahwa suatu masyarakat akan dapat membangun
ekonominya dengan cepat, apabila telah memenuhi syarat-syarat yang khusus
diperlukan dalam bidang ekonomi. Sebaliknya, perlu diketahui terlebih dulu
perubahan-perubahan di bidang manakah yang akan terjadi sebagai akibat dari
pembangunan ekonomi dalam masyarakat.
Perubahan-perubahan di luar bidang ekonomi tidak dapat dihindarkan
karena setiap perubahan dalam suatu lembaga kemasyarakatan akan mengakibatkan
perubahan-perubahan di dalam lembaga-lembaga masyarakat lainnya.
Para sosiolog pernah mengadakan
klasifikasi antara masyarakat statis dan dinamis. Pada suatu masa, masayarakat
dapat dikatakan masyarakat statis atau sebaliknya. Perubahan bukanlah
semata-mata berarti suatu kemajuan, tapi bisa juga diartikan sebagai
kemunduran.
Dewasa ini, perubahan berjalan
dengan sangat cepat, sehingga membingungkan manusia yang menghadapinya. Karena
sifatnya yang berantai, maka perubahan terlihat berlangsung terus, walau
diselingi keadaan di mana masyarakat mengadakan reorganisasi unsur-unsur
struktur masyarakat yang terkena perubahan.
B. PEMBATASAN
PENGERTIAN
1. Definisi
William F. Ogburn mengemukakan ruang lingkup
perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material
maupun yang immaterial, yang ditekankan pada pengaruh besar kedua unsur
tersebut.
Kingsley Davis mengartikan perubahan
sosial sebagai perubahan yang terjadi
dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya, timbulnya pengorganisasian
buruh dalam masyarakat kapitalis telah menyebabkan perubahan-perubahan dalam
hubungan antara buruh dengan majikan dan seterusnya menyebabkan perubahan dalam
organisasi ekonomi dan politik.
Mac Iver lebih suka membedakan
antara utilitarian elements dengan cultural elements yang didasarkan pada
kepentingan-kepentingan manusia yang primer dan sekunder. Sebuah mesin ketik
merupakan utilitarian elements,
karena benda-benda tersebut tidak langsung memenuhi kebutuhan-kebutuhan
manusia, tetapi untuk memenuhi kebutuhannya. Utilitarian elements, yang disebut dengan civilization, adalah semua mekanime dan organisasi yang dibuat
manusia dalam upaya menguasai kondisi kehidupan.
Culture menurut Mac Iver adalah ekspresi
jiwa yang terwujud dalam cara-cara hidup dan berpikir, pergaulan hidup, seni
kesusastraan, agama, rekreasi dan hiburan. Perubahan sosial dikatakan sebagai
perubahan dalam hubungan sosial (social
relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.
Selo
Soemardjan merumuskan definisi perubahan sosial. Ia menekankan pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan pokok manusia yang kemudian
mempengaruhi segi-segi struktur masyarakat lainnya
2. Teori-teori
Perubahan Sosial
Perubahan sosial terjadi karena
adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat.
Pendapat tersebut, pada umumnya menyatakan bahwa perubahan merupakan lingkaran
kejadian. Pitirim A. Sorokin berpendapat bahwa segenap usaha untuk mengemukakan
bahwa ada satu kecenderungan yang tertentu dan tetap dalam perubahan-perubahan
sosial, tidak akan berhasil baik. Ia meragukan kebenaran akan adanya
lingkaran-lingkaran perubahan sosial.
Beberapa kondisi sosial primer yang
menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek kehidupan sosial lainnya adalah
kondisi ekonomis, teknologis, geografis, dan biologis. Untuk mendapatkan hasil
sebagaimana diharapkan, hubungan antara kondisi dan faktor-faktor tersebut
harus diteliti secara objektif, dan memerhatikan waktu serta tempat perubahan
berlangsung.
C. HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN SOSIAL
DAN PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Perbedaan antara perubahan-perubahan
sosial dengan perubahan-perubahan kebudayaan tergantung dari adanya perbedaan
pengertian tentang masyarakat dan kebudayaan.
Kingsley
Davis berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan
kebudayaan. Perubahann dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yaitu: kesenian,
ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, dan seterusnya, bahkan
perubahan-perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial.
Kebudayaan dikatakannya mencakup segenap cara berpikir dan bertingkah laku,
yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan
buah pikiran secara simbolis dan bukan oleh karena warisan yang berdasarkan
keturunan. Perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai satu aspek yang
sama, yaitu keduanya bersangkut-paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru
atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Suatu perubahan sosial dalam bidang kehidupan tertentu
tidak mungkin berhenti pada satu titik karena perubahan di bidang lain akan
segera mengikutinya. Ini disebabkan karena struktur lembaga-lembaga
kemasyarakatan sifatnya jalin-menjalin.
Pada
dewasa ini, proses-proses pada perubahan sosial dapat diketahui dari ciri-ciri
tertentu, antara lain:
1. Tidak ada masyarakat yang berhenti
perkembangannya karena setiap masyarakat mengalami perubahan yang terjadi
secara cepat atau secara lambat.
2. Perubahan yang terjadi pada lembaga
kemasyarakatan tertentu akan diikuti dengan perubahan-perubahan pada
lembaga-lembaga sosial yang bersifat interdependen lainnya.
3. Perubahan-perubahan sosial yang cepat
biasanya mengakibatkan disorganisasi yang bersifat sementara karena berada
dalam proses penyesuaian diri.
4. Perubahan-perubahan tidak dapat
dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang kespiritualan saja karena kedua
bidang tersebut mempunyai kaitan timbale-balik yang sangat kuat.
5. Secara tipologis, perubahan-perubahan
sosial dapat dikategorikan sebagai:
a.
Social
process: the circulation of various rewards, facilities, and personnel in an existing
structure.
b.
Segmentation:
the proliferation of structural units that do not differ qualitatively from
existing units.
c.
Structural
change: the emerge of qualitatively new complexes of roles and organization.
d.
Changes
in group structure: the shift in the composition of groups, the level of
consciousness of groups, and the relations among the groups in society.
D. BEBERAPA BENTUK PERUBAHAN SOSIAL
DAN KEBUDAYAAN
Perubahan
sosial dan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk, yaitu:
1.
Perubahan
Bentuk Lambat dan Perubahan Cepat
Perubahan-perubahn yang memerlukan waktu lama dan
rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat,
dinamakan evolusi. Perubahan ini terjadi tanpa adanya rencana atau kehendak
tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk
menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan, dan
kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Ada
bermacam-macam teori tentang evolusi, pada umumnya dapat digolong-golongkan ke
dalam beberapa kategori sebagai berikut:
1.
Unilinier theories of evolution. Teori ini berpendapat bahwa manusia
dan masyarakat (termasuk kebudayaannya) mengalami perkembangan sesuai dengan
tahapan-tahapan tertentu, bermula dari bentuk yang sederhana, kemudian bentuk
yang kompleks sampai pada tahap yang sempurna.
2.
Universal theory of evolution menyatakan bahwa perkembangan
masyarakat tidaklah perlu melaui tahap-tahap tertentu yang tetap. Prinsip teori
ini diuraikan oleh Herbert Spencer yang antara lain mengatakan bahwa masyarakat
merupakan hasil perkembangan dari kelompok homogeny ke kelompok yang heterogen
baik sifat maupun susunannya.
3.
Multilined theories of evolution. Teori ini lebih menekankan pada
penelitian-penelitian terhadap tahap-tahap perkembangan tertentu dalam evolusi
masyarakat, misalnya mengadakan penelitian perihal pengaruh perubahan sistem
pencaharian dari sistem berburu ke pertanian.
Sementara
itu perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung dengan cepat dan
menyangkut dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat (yaitu
lembaga-lembaga kemasyarakatan) lazimnya dinamakan “Revolusi”. Perubahan ini
bisa terjadi secara terencana maupun tanpa rencana. Ukuran kecepatan suatu
perubahan yang dinamakan revolusi, sebenarnya bersifat relatif karena revolusi
dapat memakan waktu yang lama. Misalnya revolusi industri di Inggris. Perubahan
tersebut dianggap cepat karena mengubah sendi-sendi kehidupan masyarakat,
seperti sistem kekeluargaan, hubungan antara buruh dan majikan, dan seterusnya.
Secara sosiologis, agar suatu revolusi dapat terjadi, maka harus dipenuhi
syarat-syarat tertentu, antara lain:
a.
Harus
ada keinginan umum untuk mengadakan suat perubahan akibat rasa ketidakpuasan
masyarakat terhadap keadaannya.
b.
Adanya
seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat
tersebut.
c.
Pemimpin
dapat menampung keinginan-keinginan masyarakat untuk kemudian merumuskan serta
menegaskan rasa tidak puas tadi menjadi program dan arah gerakan.
d.
Pemimpin
tersebut harus bisa menunjukkan suatu tujuan yang bersifat kongkrit maupun
abstrak pada masyarakat.
e.
Harus
ada “momentum”, yaitu saat di mana segala keadaan dan faktor sudah tepat dan
baik untuk memulai suatu gerakan.
2.
Perubahan
Kecil dan Perubahan Besar
Sebagai
pegangan dapatlah dikatakan bahwa perubahan-perubahan kecil adalah
perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak
membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Contohnya adalah
perubahan mode pakaian. Sebaliknya, perubahan industrialisasi yang berlangsung
pada masyarakat agraris, misalnya, merupakan perubahan yang akan membawa
pegaruh besar pada masyarakat.
3.
Perubahan
yang Dikehendaki atau Perubahan yang Direncakan dan Perubahan yang Tidak
Dikehendaki atau Perubahan yang Tidak Direncanakan
Peubahan yang dikehendaki atau
perubahan yang direncakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau
direncanakan oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam
masyarakat. Pihak-pihak tersebut dinamakan agent
of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan
masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga kemasyarakatan untuk
mengubah sistem sosial. Dalam melaksanakannya, agent of change langsung tersangkut dalam tekanan-tekanan untuk
mengadakan perubahan serta mengendalikan dan mengawasi rencana perubahan
tersebut. Cara-cara memengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan
direncanakan terlebih dahulu dinamakan rekayasa sosial (social engineering) atau sering pula dinamakan perencanaan sosial (social planning).
Apabila perubahan yang tidak
dikehendaki berlangsung bersamaan dengan suatu perubahan yang dikehendaki, maka
perubahan tersebut mungkin mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perubahan-perubahan yang dikehendaki. Seringkali terjadi bahwa perubahan yang
dikehendaki bekerja sama dengan perubahan yang tidak dikehendaki dan kedua
proses tersebut saling memengaruhi.
Pada umumnya sulit untuk mengadakan
ramalan tentang terjadinya perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki karena proses tersebut biasanya tidak hanya
merupakan akibat dari satu gejala sosial saja, tetapi pelbagai gejala sosial
sekaligus.
Bila sebelumnya terjadi
perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki, maka perubahan yang dikehendaki
dapat ditafsirkan sebagai pengakuan terhadap perubahan-perubahan sebelumnya,
agar kemudian diterima secara luas oleh masyarakat.
Perubahan yang dikehendaki merupakan
suatu teknik sosial yang oleh Thomas dan Znaniecki ditafsirkan sebagai suatu
proses yang berupa perintah dan larangan. Artinya, menetralisirkan suatu
keadaan krisis dengan suatu akomodasi (khususnya arbitrasi) untuk
melegalisasikan hilangnya keadaan yang tidak dikehendaki atas berkembangnya
suatu keadaan yang dikehendaki.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN
PERUBAHAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN
Sebab-sebab
terjadinya perubahan masyarakat, mungkin karena adanya suatu yang dianggap
sudah tidak lagi memuaskan, ada faktor baru yang lebih memuaskan masyarakat
sebagai pengganti faktor lama, mungkin juga masyarakat mengadakan perubahan
terpaksa untuk menyesuaikan suatu faktor dengan faktor lain yang terlah
mengalami perubahan terlebih dahalu.
Terdapat
dua macam faktor yang menyebabkan perubahan sosial dan kebudayaan:
§
Faktor yang berasal dari dalam
masyarakat
1. Bertambah
atau berkurangnya penduduk. Pertambahan
penduduk yang cepat menyebabkan terjadinya perubahan dalam
struktur masyarakat, terutama bidang kemasyarakatannya. Sedangkan berkurangnya
penduduk (kemeninggalan/ perpindahan) mengakibatkan kekosongan. Hal tersebut
memengaruhi berubahnya berbagai bidang, seperti stratifikasi dan pembagian
kerja.
2. Penemuan-penemuan
baru. Suatu proses
sosial dan kebudayaan yang besar dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama
disebut inovasi atau innovation.
Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya unsur kebudaan baru yang
tersebar ke bagian masyarakat lain, dan cara unsur kebudayaan baru itu
diterima, dipelajari sebelum akhirnya dipakai dalam masyarakat yang
bersangkutan.
Perubahan
baru dapat dibedakan kedalam dua istilah:
·
Discovery
adalah penemuan
unsur kebudayaan baru, baik berupa alat maupun gagasan yang diciptakan oleh
seorang individu atau kelompok.
·
Discovery baru
menjadi invention bila masyarakat telah mengakui, menerima serta
menerapkan perubahan baru itu.
Beberapa faktor pendorong masyarakat
melakukan penemuan baru:
a.
Kesadaran
individu akan kekurangan dalam kebudayaannya
b.
Kualitas
ahli-ahli dalam suatu kebudayaan
c.
Perangsang
bagi aktivitas-aktivitas penciptaan dalam masyarakat
Khusus mengenai penemuan baru dalam
kebudayaan jasmaniah atau kebendaan, menunjukkan adanya berbagai macam pengaruh
pada masyarakat.
o
Pengaruh
suatu penemuan baru tidak hanya terbatas pada satu bidang tertentu
o
Perubahan
menjalar dari suatu lembaga masyarakat ke lembaga kemasyarakatan lain
Di samping penemuan baru dalam
kebudayaan jasmaniah, terdapat pula penemuan baru dibidang unsur kebudayaan
rohaniah. Misalnya ideologi baru, aliran-aliran kepercayaan baru dan sistem
hukum yang baru.
3. Pertentangan
(conflict). Umumnya masyarakat tradisional
Indonesia bersifat kolektif. Tidak jarang timbul pertentangan antara
kepentingan individu dengan kepentingan kelompok, yang dalam hal-hal tertentu
menimbulkan perubahan-perubahan.
4. Terjadinya
pemberontakan atau revolusi. Terjadinya
pemberontakan atau revolusi di suatu tatanan masyarakat, menyebabkan
perubahan-perubahan yang mendasar mulai dari bentuk negara hingga keluarga
batih.
§
Faktor yang berasal dari luar
masyarakat
1. Sebab
yang berasal dari lngkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia. Terjadinya bencana alam mungkin
menyebabkan masyarkat yang mendiami daerah tersebut terpaksa harus berpindah ke
wilayah lain yang lebih aman. Perpindahan tersebut membuat masyarakat itu harus
menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru. kemungkinan hal tersebut
mengakibatkan perubahan pada lembaga kemasyarakatannya.
2. Peperangan
dengan negara lain
dapat pula menyebabkan perubahan-perubahan, karena biasanya negara yang menang
akan memaksakan kebudayaannya pada negara yang kalah.
3. Pengaruh
kebudayaan masyarakat lain. Faktor
ini mungkin terjadi karena kebudayaan dari masyarakat lain melancarkan
pengaruhnya. Hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua masyarakat
mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal-balik. Namun, apabila
hubungan itu berjalan melalui alat-alat komunikasi massa, maka pengaruh itu
hanya datang dari satu pihak saja, yaitu dari masyarakat pengguna alat-alat
komunikasi tersebut.
Apabila pengaruh dari masyarakat
diterima tidak karena paksaan, maka hasilnya dinamakan demonstration effect.
Proes penerimaan pengaruh kebudayaan asing dalam bidang antropologi budaya
disebut akulturasi.
Didalam pertemuan dua kebudayaan,
kadangkala dua kebudayaan yang seimbang akan saling menolak. Keadaan semacam
itu dinamakan cultural animosity.
Apabila salah-satu kebudayaan yang
bertemu mempunyai taraf teknologi yang lebih tinggi, maka terjadi proses imitasi (peniruan).
F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
JALANNYA PROSES PERUBAHAN
1. Faktor-faktor yang mendorong jalannya proses perubahan
Terdapat
faktor-faktor yang mendorong jalannya perubahan yang terjadi dalam masyarakat,
antara lain:
a.
Kontak dengan kebudayaan lain. Salah-satu proses yang menyangkut hal
ini adalah difusi, yaitu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu
kepada individu lain.
Terdapat dua tipe difusi,
(1) Difusi intra-masyarakat, terpengaruh
oleh beberapa faktor, misalnya:
-
Suatu pengakuan bahwa
unsur yang baru tersebut mempunyai kegunaan;
-
Unsur baru yang yang
berlawanan dengan fungsi unsur lama, kemungkinan besar
tidak akan diterima;
-
Pemerintah dapat membatasi proses difusi tersebut.
(2) Difusi antar-masyarakat, dipengaruhi
oleh beberapa faktor pula, diantaranya:
- Adanya kontak antara masyarakat-masyarakat
tersebut;
- Pengakuan akan kegunaan penebuat baru
tersebut;
- Paksaan dapat juga dipergunakan untuk
menerima suatu penemuan baru.
Pertemuan
antara individu dari satu masyarakat dengan individu dari masyarakat lainnya
juga memungkinkan terjadinya difusi. Misal, hubungan antar individu dimana
bentuk masing-masing kebudayaan hampir tidak berubah (hubungn symbiotic). Cara
lain yang mungkin pula dilakukan adalah dengan memasukkan secara damai (penetration pacifique), seperti
usaha-usaha yang dilakukan oleh para penyiar agama.
Antara
difusi dan akulturasi terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah
kedua proses tersebut memerlukan adanya kontak. Akan tetapi proses difusi
berlangsung dalam keadaan dimana kontak tersebut tidak perlu ada secara
langsung dan kontinu, seperti difusi dari penggunaan tembaakau yang tersebar di
seluruh dunia. Berbeda dengan aulturasi yang memerlukan hubungan yang dekat,
langsung serta kontinyu
(ada kesinambungan).
Proses
difusi dapat menyebabkan lancarnya proses perubahan, karena memperkaya dan
menambah unsur-unsur kebudayaan.
(3) Sistem
Pendidikan Formal yang Maju. Pendidikan
mengajarkan manusia untuk berpikir
secara objektif sehingga mengajarkan manusia untuk dapat menilai apakah
kebudayaan masyarakatnya akan dapat memenuhi kebutuhan zaman atau tidak.
(4) Sikap
menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju. Toleransi terhadap
perbuatan-perbutan yang menyimpang (deviation), yang bukan meupakan delik.
(5) Sistem
terbuka lapisan masyarakat (open stratification)
(6) Penduduk
yang heterogen. Masyarakat
yang terdiri dari kelompok sosial, ras, dan ideologi yang berbeda, mempermudah
terjadinya pertentangan yang mengundang kegoncangan dan menimbulkan terjadinya
perubahan dalam masyarakat.
(7) Ketidakpuasan
masyarakat terhadap bidang-bidan kehidupan tertentu.Jika berlangsung terlalu lama,
kemungkinan besar mendatangkan revolusi dalam masyarakat.
(8) Orientasi
ke masa depan
(9) Nilai
bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya.
2.
Faktor-faktor yang Menghalangi Terjadinya Perubahan
a. Kurangnya hubungan dengan
masyarakat lain
b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang
terlambat
c. Siakp masyarakat yang sangat
tradisional
d. Adanya kepentingan-kepentingan yang
telah tertanam kuat (vested interest)
e. Rasa takut akan terjadinya
kegoyahan pada integrassi kebudayaan
f. Prasangka terhadap hal-hal baru
atau asing atau sikap yang tertutup
g. Hambatan-hambatan yang bersifat
ideologis
h. Adat atau kebiasaan.
i. Nilai bahwa hidup ini pada
hakikatya buruk dan tidak mungkin diperbaiki
G. PROSES-PROSES PERUBAHAN SOSIAL DAN
KEBUDAYAAN
1.
Penyesuaian Masyarakat Terhadap Perubahan
Keserasian
masyarakat dimaksudkan sebagai suatu keadaan dimana lembaga-lembaga
kemasyarakatan yang pokok benar-benar berfungsi dan saling mengisi. Setiap kali
terjadi gangguan terhadap
keadaan keserasian, masyarakat dapat menolaknya atau mengubah susunan
lembaga-lembaga kemasyarakatan dengan maksud menerima unsur baru. Terkadang
unsur baru dipaksakan masuknya oleh suatu kekuatan. Apabila masyarakat tidak dapat
menolak karena unsur baru tersebut tidak menimbulkan kegoncangan, pengaruhnya
tetap ada namun sifatnya dangkal dan hanya terbatas pada bentuk luarnya.
Adakalanya
unsur-unsur baru dan lama bertentangan secara bersamaan memengaruhi norma dan
nilai,. Itu berarti adanya gangguan kontinu terhadap keserasian masyarakat.
Apabila ketidakserasian dapat dipulihkan kembali setelah terjadi suatu
perubahan, keadaan tersebut dinamakan penyesuaian (adjustment). Bila sebaliknya yang terjadi, maka dinamakan ketidaksesuaian
sosial (maladjustment) yang mungkin
mengakibatkan terjadinya anomie.
2.
Saluran-saluran Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Lembaga
kemasyarakatan merupakan suatu struktur apabila mencakup hubungan antar lembaga
kemasyarakatan yang mempunyai pola-pola tertentu dan keserasian tertentu. Pada
saat terjadi Proklamasi, perubahan pada struktur pemerintahan menjalar ke
lembaga kemasyarakatan lainnya seperti dalambidang pendidikan Perubahan
tersebut berpengaruh pada sikap pola perilaku dan nilai-nilaimasyarakat
Indonesia. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa saluran berfungsi agar sesuatu
perubahan dikenal, diterima, diakui serta dipergunakan oleh khalayak ramai atau
mengalami proses institutionalizatio
(pelembagaan).
3. Disorganisasi
(Disintegrasi) dan Reorganisasi (Reintegrasi)
a. Pengertian
Disorganisasi adalah suatu keadaan
dimana tidak ada keserasian pada bagian-bagian dari suatu kebulatan. Misalnya
dalam masyarakat, agar dapat berfungsi sebagai organisasi, harus ada keserasian
antar bagian-bagiannya. Disorganisasi mengenal bermacam-macam derajat atau
tahap-tahap kelangsungan. Disorganisasi tidak semata-mata terjadi karena
pertentangan yang meruncing seperti peperangan, tetapi dapat pula disebabkan
karena kemacetan lalu lintas. Kriteria terjadinya disorganisasi antara lain
terletak pada persoalan apakah organisasi tersebut berfungsi secara semestinya
atau tidak.
Disorganisasi tidak selalu
menyangkut persoalan moral. Sebaliknya, perbuatan yang inmoral belum tentu
merupakan disorganisasi. Sehubungan dengan masuknya unsur-unsur baru, maka di
dalam tubuh suatu sistem sosial seperti masyarakat, ada unsur-unsur yang
menentukan sifatnya system sosial tersebut, yang tidak dapat diubah selama
hidup oleh pihak mana pun.
Menurut
Sorokin, lingkungan di sekitar dapat mempercepat atau memperlambat pertumbuhan
system sosial, bahkan dapat menghancurkan sebagian atau seluruhnya tetapi tidak
mungkin akan berhasil mengubah sifatnya yang pokok.
Suatu disorganisasi atau
disintegrasi mungkin dapat dirumuskan sebagai suatu proses berpudarnya
norma-norma atau nilai-nilai dalam masyarakat, karena perubahan-perubahan yang
terjadi pada lembaga kemasyarakatan. Sedangkan, reorganisasi atau reintegrasi
adalah suatu proses pembentukan norma-norma dan nilai-nilai baru agar serasi
dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah mengalami perubahan.
Efektivitas menanam adalah hasil
positif penggunaan tenaga manusia, alat, organisasi dan metode di dalam
menanamkan lembaga baru. Kekuatan menentang masyarakat mempunyai pengaruh
negatif terhadap kemungkinan berhasilnya proses kelembagaan (institutionalization). Berdasarkan
hubungan timbal-balik antara faktor yang berpengaruh positif dan negatif, orang
dapat menambah kelancaran proses pelembagan dengan memperbesar efektivitas
menanam dan / atau mengurangi kekuatan menentang masyarakat. Selain itu ada
pula pengaruh dari faktor ketiga yaitu faktor dari kecepatan menanam. Artinya,
adalah panjang atau pendeknya jangka waktu menanam itu dilakukan dan diharapkan
memberikan hasil. Apabila penambahan kecepatan menanam diserai dengan usaha
menambah efektivitas, maka hasil proses pelembagaan tidak akan berkurang.
b. Suatu gambaran
mengenai disorganisasi dan reorganisasi
Apabila
disorganisasi terjadi dengan sangat cepat, akan menimbulkan hal-hal yang sukar
untuk dikendalikan. Kemungkinan akan terjadi suatu keadaan di mana norma-norma
lama sudah hilang karena disorganisasi tadi, sedang norma-norma baru belum
terbentuk. Pada keadaan demikian, dijumpai suatu anomie, yaitu suatu keadaan dimana tak ada pegangan terhadap apa
yang baik dan yang buruk, sehingga anggota masyarakat tidak mampu mengukur
tindakannya, oleh karena batas-batas tidak ada.
c. Ketidakserasian perubahan-perubahan dan ketertinggal budaya
(cultural lag)
Biasanya unsur-unsur kebudayaan
kebendaan lebih mudah berubah daripada unsur-unsur kebudayaan rohaniah. Apabila
terdapat unsur-unsur hubungan yang erat, maka tak ada persoalan mengenai tidak
adanya keseimbangan lajunya perubahan-perubahan. Misalnya, suatu perubahan
dalam cara bertani, tidak begitu berpengaruh terhadap tari-tarian tradisional.
Akan tetapi, sistem pendidikan anak-anak mempumyai hubungan yang erat dengan
dipekerjakannya tenaga wanita pada industri, misalnya. Ketidakserasian mungkin akan menaikkan
frekuensi kejahatan yang terjadi. Sampai sejauh mana akibat keadaan tidak
serasi laju perubahan tersebut, tergantung dari erat-tidak eratnya integrasi
antara unsur-unsur tersebut.
Teori ketertinggalan budaya (cultural lag) dari William F. Ogburn
dimulai dengan kenyataan bahwa pertumbuhan kebudayaan tidak selalu sama
cepatnya dalam keseluruhannya seperti diuraikan sebelumnya, akan tetapi ada
bagian yang tumbuh cepat, sedang ada bagian lain yang tumbuhnya lambat.
Pengertian ketertinggalan dapat
digunakan paling sedikit dalam dua arti, pertama sebagai jangka waktu antara
terjadi dan diterimanya penemuan baru. Arti kedua, dipakai untuk menunjuk pada
tertinggalnya suatu unsur tertentu terhadap unsur lainnya, misalnya kepadatan
penduduk di kota-kota besat dan banyaknya petugas keamanan yang dipelukan.
Ketertinggalan yang mencolok adalah
tertinggalnya alam pikiran dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.
Alam pikiran yang modern ditandai oleh beberapa hal, misalnya sifat yang terbuka
terhadap pengalaman baru serta terbuka pula bagi perubahan dan pembaharuan.
Yaitu, berpikir dengan luas. Kondisi lain yang harus pula diperhatikan adalah
bahwa alam pikiran modern lebih berorientasi pada keadaan sekarang serta
keadaan mendatang daripada terhadap keadaan yang lalu; dan sehubungan dengan
itu dia harus mengadakan (planning)
untuk hari depannya. Cara berpikir secara ilmiah harus melembaga dalam diri
manusia, terutama pada masyarakat-masyarakat yang sedang berkembang, agar
terhindar dari terjadinya ketertinggalan budaya.
H.
ARAH PERUBAHAN (DIRECTION IF
CHANGE)
Usaha-usaha
masyarakat Indonesia bergerak ke arah modernisasi dalam pemerintahan, angkatan
bersenjata, pendidikan, dan industrialisasi yang disertai dengan usaha untuk
menemukan kembali kepribadian Indonesia, merupakan contoh dari kedua arah yang
berlangsunvg pada waktu yang sama pada masyarakat kita. Akhir-akhir ini, banyak
sekolah-sekolah yang didirikan oleh lembaga-lembaga agama Islam di mana para
siswa juga mendapatkan pelajaran mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
keduniawian. Sesudah revolusi fisik, kecenderungan yang mengarah ke
sekulerisasi sebagai pandangan hidup masyarakat, semakin nyata. Pendidikan di
Indonesia dianggap sebagai alat utama untuk mengadakan perbaikan-perbaikan;
dahulu pusat perhatian adalah kebahagian di dunia akhirat, tetapi dewasa ini
pusat perhatian lebih ditujukan pada kehidupan di dunia ini. Sikap dan alam
fikiran mengenai keduniawian tersebut, antara lain juga menyebabkan
perubahan-peerubahan sikap serta alam keluarga-keluarga batih. Salah-satu jenis
perubahan dapt dilakukan dengan mengadakan modernisasi.
I
MODERNISASI
1. Pengantar
Secara
historis, modernisasi merupakan suatu proses perubahan yang menuju pada tipe
sistem-sistem sosial, ekonomi, dan politik yang telah berkembang di Eropa Barat
dan Amerika Utara pada abad ke-17 sampai
abad ke-19. Di Eropa Barat masyarakat tradisional berwujud sebagai
negara-negara absolut dengan pusat-pusat pertokoan yang kuat, manakala Eropa
Timur lebih dikenal dengan ciri-ciri otokratisnya.
2. Pengertian
Pengertian
modernisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang
tradisiional atau pramodern dalam arti teknologi serta organisasi sosial, ke
arah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri negara-negara barat yang
stabil. Modernisasi adalah suatu bentuk perubahan sosial yang terarah
didasarkan perencanaan biasanya dinamakan social
planing.
3. Disorganisasi, Transformasi dan
Proses Dalam Modernisasi
Disoraginasasi
adalah proses berpudarnya atau melemahnya norma-norma dan nilai-nilai dalam
masyarakat karena adanya perubahan. Perwujudan disorganisasi yang nyata adalah
timbulnya masalah-masalah sosial. Suatu masalah sosil adalah peranan-peranan
sosial khusus yang dimiliki oleh individu di dalam masyarakat atas dasar
tradisi atau kelahiran dam juga peranan atas dasar perbedaan kelalmin, yang
dalan suatu proses perubahan mengalami kegoyahan. Di samping itu tentu dapat
dijumpai perlawanan terhadap transformasi sebagai akibat mosernisasi. Keyakinan
yang kuat terhadap kebenaran tradisi, sikap yang tidak toleran penyimpangan-penyimpangan,
pendidikan dan perkembangan ilmiah yang tertinggal, merupakan beberapa faktor
yang menghambat proses modernisasi. Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa
yang sangat berpengaruh pada penerimaan atau penolakan modernisasi, terutama adalah
sikap dan nilai, kemampuan menunujukan manfaat unsur yang baru serta
kesepadanannya dengan unsur-unsur kebudayaan yang ada.
4. Beberapa Syarat Modernisasi
Syarat-syarat
suatu modernisasi adalah:
1.
Cara berpikir yang ilmiah (scienific
thinking) yang melembaga dalam kelas penguasa maupun masyarakat.
2.
Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.
3.
Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur dan terpusat pada suatu
lembaga atau badan tertentu.
4.
Penciptaan iklim yang favourable dari
masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat komunikasi
massa.
5.
Tingkat organisai yang tinggi, di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di
lain pihak berarti penggunaan kemerdekaan.
6.
Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial (social planning).
Pembahasan Kelompok
Salah satu
faktor yang menyebabkan perubahan sosial dan kebudayaan adalah bertambah atau
berkurangnya penduduk.
Kepadatan
penduduk di Indonesia sudah mengalami tingkat yang sangat tinggi. Hal ini
menjadi faktor yang menyebabkan perubahan sosial dan kebudayaan dalam
masyarakat. Akibatnya, warga yang memiliki banyak anak dan berpenghasilan minim
harus memutar otak untuk menghidupi anak-anaknya. Perubahan sosial terjadi
karena penghasilan yang minim harus mencukupi kehidupan mereka. Hal ini dapat menimbulkan
kemiskinan.
Kemiskinan
yang terjadi di Indonesia dapat mengakibatkan ledakan penduduk yang berpengaruh
pada segala aspek kehidupan. Hal ini menjadi PR bagi Pemerintah untuk menekan laju
pertumbuhan yang semakin meningkat. Untuk menekan pertumbuhan penduduk,
Pemerintah mencari solusi baru melalui program KB. Tetapi program tersebut
masih menimbulkan suatu pertentangan dari masyarakat akibat stereotip ”banyak
anak banyak rezeki”. Hingga saat ini program tersebut belum berjalan efektif.
Stereotip yang tumbuh dapat menjadi faktor penghalang terjadinya perubahan
untuk pertumbuhan pendudukan yang stabil. Sikap masyarakat yang tradisional,
perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat, serta prasangka terhadap hal baru
berupa KB menjadi faktor penghambat yang .
Nama
anggota kelompok:
Dina
Aqmarina Y (210110110267)
Nida
Choirun Nufus (210110110281)
Seyla Musi
Indah (210110110284)
Astrid
Handayani (210110110288)
Regita
Francisca (210110110300)
Cindy (210110110282)
No comments:
Post a Comment