Friday, 26 September 2014

Jobtre-nya PR

Sekarang saya sudah memasuki tahun terakhir di Fikom Unpad. Tak jarang teman-teman bilang kalau semester tujuh itu gabut. Kalau dilihat dari jumlah mata kuliah yang ditawarkan, mungkin bisa dikatakan begitu. Mata kuliah semester ini adalah kapita selekta, seminar, dan job training. Ya, memang hanya tiga. Apa itu kapita selekta? Kata senior sih mengulang seluruh mata kuliah. Kalau seminar? Entahlah, sekalipun saya belum pernah bertatap muka dengan dosen pembimbing untuk membahas seminar. Kalau on job training? Nah, ini dia. Mata kuliah 2sks, tapi kuliahnya di lapangan dan hampir setiap hari. Karena matakuliah yang 2sks itu dilakukan diluar kampus dan hampir setiap hari, maka kata gabut itu musnah seketika.
Job training (lebih enak nyebutnya jobtre) merupakan kegiatan kuliah lapangan dengan mengaplikasikan ilmu yang sudah diperoleh di bangku  perkuliahan di dunia pekerjaan. Dimana sih ngelakuin jobtre itu? Dimana aja, yang fungsi PRnya. Boleh instansi pemerintah, atau pun swasta.
Saat teman-teman seangkatan sebagian telah sibuk mengajukan lamaran atau melakukan jobtre pada masa liburan semester 6, saya masih saja berkutat dengan kegiatan organisasi di kampus. Santai-santai aja, eh taunya kecolongan. Seharusnya liburan semester 6 saya perguanakan untuk paling tidak mengajukan lamaran jobtre. Saat mulai memasuki perkuliahan semester 7, rasa cemas mulai muncul. Disaat yang lain sudah mendapat panggilan dari perusahaan, mulailah saya melamar. Saya tertarik di bidang pertambangan, pariwisata, atau perhotelan. Alhamdulillah HRD Training Coordinator yang ramah menyambut baik keinginan saya untuk menimba ilmu di Savoy Homann Bidakara Hotel. Sudah satu minggu saya melakukan jobtre di sini.

*
Hari Pertama
Kamis, 18 September 2014
Hari pertama, Bapak Syarif selaku HRD Training Coordinator mengantarkan saya setiap sudut ruangan sambil dikenalkan kepada para karyawannya. Ruangan terakhir yang saya masuki adalah Sales and Marketing Office (selanjutnya disebut S&M), sekaligus mengantarkan saya menuju ruangan yang selama dua bulan kedepan akan saya diami.
S&M Office diisi oleh empat orang sales, satu orang senior sales, sekretaris, sales and marketing manager, artist, dan public relations (PR). Saya yang masih malu-malu disambut baik oleh seluruh anggota tim S&M yang ada, termasuk oleh Mbak Aptie, PR Hotel Savoy Homann, yang akan menjadi trainer saya selama dua bulan kedepan. Mbak Aptie yang saya temui sedang ber-make up kemudian menjelaskan tentang ilmu ke-PR-an di hotel. Hari itu, saya diberi catatan (plus buku catatatannya) cara menerima telepon dan menyambungkannya ke bagian lain jika dibutuhkan, dan meng-input guest comment. Guest comment merupakan opini yang disampaikan oleh customer mengenai kualitas pelayanan hotel. Biasanya dari Executive Manager Office di lantai tiga akan diantarkan guest comment ke meja PR untuk kemudian diolah.
Jam kerja dimulai dari pukul 8 pagi hingga pukul 5 sore. Karena hanya jobtre, saya melakukan absen dengan catok kartu, bukan sidik jari. Absen datang dan absen pulang. Saat jam makan siang, Mbak Aptie mengajak ke Employee Diningroom (EDR) alias tempat makan karyawan. Mbak Aptie banyak menyapa karyawan lain dengan akrab, termasuk General Manager (GM). Saya perhatikan satu-satu karyawan yang ada. Oh, berarti saya harus bisa juga seperti karyawan lain, saling senyum, saling menghormati, dan bertegur sapa.
*
Gak Salah Kostum
Hari ini hari kedua saya bekerja. Beberapa karyawan sudah saya lihat berada di lorong-lorong kantor dengan menggunakan kaos. Awalnya saya kira karyawan melakukan senam pagi bersama, ternyata setelah saya klarifikasi setiap dua minggu sekali pada hari Jumat ada kegiatan Jumsih (jumat bersih). Bagian yang dibersihkan setiap minggunya berbeda. Belakangan saya ketahui lokasi pembersihan akan diumumkan di papan dekat ruang EDR. Nah, setiap hari jumat karyawan tidak menggunakan jas atau blazer, melainkan menggunakan batik. Untung kemarin saya tanyakan kepada trainer tentang outfit kantor, jadi saya ga salah kostum. Hehe.. Hari ini saya mendapat tugas untuk menyebarkan Internal Office Memo (IOM). Seperti namanya, IOM menyampaikan pesan singkat kepada internal perusahaan. Misalnya, IOM dari S&M untuk GM mengenai pengajuan mengikuti wedding expo. Setelah itu, saya lihat Mbak Aptie sedang membuat pengajuan pembuatan kalender. Bahan yang sudah Mba Aptie buat kemudian saya masukan kedalam powerpoint untuk bahan sales meeting sore itu. Selanjutnya, saya mengerjakan monthly report, yaitu laporan bulanan mengenai biaya pengeluaran yang dikeluarkan oleh PR. 
Dua tumpuk kartu nama klien ada di meja kerja PR. Mba Aptie memberikan tab kepada saya untuk menyimpan kontak. Ketika sedang meng-input kontak klien, Ibu Renny dari bagian F&B menghampiri “Ini yang training ya? Besok ikut ya, table manner. Biar tau”, saya pun mengiyakan.
Setiap hari senin, saya harus izin kuliah. “bener nih senin aja? Nanti banyak izin-izin lain, ribet”, kata S&M Manager saat tahap interview dua minggu lalu.
“Engga kok bu, Cuma hari senin aja.”
“Berarti sabtu masuk ya?”
Dengan polosnya langsung saya iyakan. Nah, ini ni. Palajaran. Nanti lagi kalalu interview jangan langsung mengiyakan ya..
“Mba Aptie, besok aku masuk”
“Ih, ngapain? Ga usaah”
“Tapi waktu itu udah bilang iya”
“oh, kamu liburnya minggu senin sih yaa. hahaa.. Yaudah nanti saya coba bilangin. Paling sabtu kalo ada acara-acara aja. Kaya besok ada table manner, dateng ya biar tau”
*
Table Manner
Hari ini ada event table manner dari SMA Merdeka Bandung. Sebelum materi dimulai, para siswi SMA Merdeka diajak hotel tour


Para siswa sedang menyimak materi

Di salah satu kamar hotel

*
Tugas-Tugas
Selasa, 23 September 2014
Ini dia tugas yang harus saya kerjakan hari ini


Selain itu, Mba Zara, sales secretary, juga meminta saya membuatkan struktur organisasi.
*
Masuk Rumah Sakit
Salah satu tugas PR adalah covering media. Pagi ini di meja kerja PR sudah ada Bandung Explore Magazine. Saya clipping, setelah itu menyebar IOM lalu meng-input guest comment.
Pagi tadi trainer saya datang dengan wajah  tak bersemangat. Dengan wajah pucat tanpa make up, Mba Aptie bilang tidak enak badan. Saya pegang tangannya, ternyata demam. Mbak Aptie menggigil lalu dibawa ke rumah sakit. Bersama Pak Ade, sopir hotel, dan Pak Yadi Hrd, saya ikut mengantar Mbak Aptie.
*
Tanpa Trainer
Hari ini tanpa trainer, karena Mbak Aptie harus dirawat di rumah sakit. Saya nyalakan komputer, lalu saya buka email. Ada dua buah berita mengenai Hotel Savoy pagi ini. Saya print out, lalu saya clipping. Setelah itu saya merapikan (filing) report sales call, arsip dokumen, kemudian seperti biasa saya input guest comment.
Klipping berita

Kumpulan Guest Comment dalam beberapa hari

Begitulah tugas kuliah lapangan selama satu minggu pertama. 
“Selamat Pagi Bu..”
Waduh, disapa Ibu


Tuesday, 10 June 2014

Definisi

1.      Filsafat
a. Menurut Plato, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni.
b. Rene Descartes mengatakan bahwa filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam, dan manusia.
Sumber            : Rapar, Jan Hendrik. 2010. Pustaka Flsafat Pengantar Filsafat. Yogyakart: Kanisius
a.       Menurut plato, filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli.
b.      Menurut aristoteles, filsafat adalah ilmu (pengetahun) yang meliputi kebenaran yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, retorika, logika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan). (Surajiyo, 2005: 1-2)
Sumber: Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar.Jakarta: PT Bumi Aksara
2.      Ilmu
a.       Ilmu adalah penelusuran data atau infomasi melalui pengamatan, pengkajian dan eksperimen, dengan tujuan menetapkan hakikat, landasan dasar ataupun asal-usulnya
b.      “Ilmu adalah menelusuri hakikat sesuatu atau mengungkapkan karakteristik sesuatu dengan optimal”
Sumber            : Taufiq, Muhammad Izzuddin. 2006. Panduan Lengkap & Praktis Psikologi Islam. Jakarta: gema Insani Press
a.       Menurut Plato, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni.
b.      Rene Descartes mengatakan bahwa filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam, dan manusia.
Sumber            : Rapar, Jan Hendrik. 2010. Pustaka Flsafat Pengantar Filsafat. Yogyakart: Kanisius
a. ilmu menurut Mohammad Hatta, adalah pengetahuan yang terkait tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun bangunannya dari dalam.
b. ilmu menurut Karl Pearson, adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana. (Bakhtiar, 2014:15)
sumber: Bakhtiar, Amsal: 2014. Filsafat Ilmu. Jakrta: PT Rajagrafindo Persada

3.      Komunikasi
a.       Menurut Rogers dan D. Lawrence Kincaid, “Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam”
Sumber            : Cangara, Hafied. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Kelapa Gading Permai
b.      Carl I. Hovland mengatakan, “komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate)
Sumber            :Mulyana, Deddy. 2003. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya
a.       Komunikasi adalah penyampian lambang yang dilakukan manusia. Karenanya komunikasi adalah perilaku yang melekat pada manusia, membuat setiap perilaku manusia punya potensi komunikasi. (Komala, 2009:8)
Sumber: Komala, Lukiati. 2009. Ilmu Komunikasi: Perspektif, Proses, dan Konteks. Bandung: Widya Padjadjaran
4.      Filsafat Ilmu
a.       Filsafat Ilmu merupakan analisis prosedur dan logika tentang penjelasan ilmiah (keilmuan) (Rusidi, 1994:5).
b.      Suriasumantri (1993:330) mengatakan bahwa filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu yang memiliki 3 (tiga) landasan, yaitu landasan ontologis, landasan epistimologis, dan landasan aksiologis
Sumber            : Syam, Nina W. 2010. Filsafat sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
a.       Filsafat ilmu adalah penyeldikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk memperolehnya. (Surajiyo. 2005: 64)
Sumber: Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: PT Bumi Aksara
b.      Filsafat ilmu adalah refleksi yang mengakar terhadap prinsip-prinsip ilmu. (Zamroni, 2009: 54)
Sumber: Zamroni, Muhammad. 2009: Filsafat Komunikasi: Pengantar Ontologi, Epistemologi, Aksiologi. Yogyakarta: Graha Ilmu
5.      Ilmu Komunikasi
a.       Berger dan Chaffe (1983:17) menerangkan bahwa ilmu komunikasi adalah: “Communication science seeks to understand the production, processing and effect of symbol and signal system by developing testable theories containing lawful generalzation, thay explain phenomena associated with production, processing and effect.” (Ilmu komunikasi itu mencari untuk memahami mengenai produksi, pemrosesan dan efek dari simbol seta sistem signal, dengan mengembangkan pengujian teori-teori menurut hukum generalisasi guna menjelaskan fenomena yang berhubungan dengan produksi, pemrosesan dan efeknya.)
Sumber: Wiryanto. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. Grasindo
a.        Ilmu komunikasi adalah suatu pengamatan terhadap produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang melalui pengembangan teori-teori yang dapat diuji dan digeneralisasikan dengan tujuan menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang.
Sumber: Berger dan Chaffe dalam bukunya Handbook of Communication Science
6.      Filsafat Ilmu Komunikasi
a.        
b.       
Sumber :
7.      Epistemologi, Ontologi, Aksiologi
a.       Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan daro objek yang ingin dipikirkan. Ontologi adalah teori tentang “ada”, yaitu tentang apa yang dipikirkan, yang menjadi objek pemikiran. Sedangkan aksiologi adalah teori tentang nilai yang membahas tentang manfaat, kegunaan maupun fungsi dari objek yang dipikirkan itu. (Qomar, 2005:1)
Sumber: Qomar. Mujamil. 2005. Epistemologi Pendidikan Islam: dari Metode Rasional hingga Metode Kritik. Jakarta: Erlangga
b.      Epistemologi adalah
Ontologi adalah
Aksiologi adalah
a.       - Ontologi, adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang yang berada. (Surajiyo, 2005:118)
- Ontologi, adalah teori tentang “ada” dan jenis-jenis “ada” (zamroni 2009: 77)
- Epistemologi, adalah filsafat yang mempelajari pengetahuan atau bagaimana orang mengetahui apa yang mereka akui mengetahuinya. (Zamroni, 2009:87)
-          Epistemologi, adalah teori pengetahuan yang benar dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa inggirsnya menjadi theory of knowledge. (Suarjiyo, 2005:53)
Aksiologi menurut Amsal Bahtiar dalam Zamroni, 2009: 101
-          Berdasarkan bahasa yunani, aksiologi berasal dari kata “axios” yang berarti nilai dan “logos” yangn berarti ilmu. Dengan demikian aksiologi adalah “ilmu tentang nilai”.
-          Mengutip dari Jujun S. Suriasumantri, aksiologi berarti nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
8.      Epistemologi, Ontologi, Aksiologi dari Ilmu Komunikasi
ontologi adalah cabang filsafat mengenai sifat wujud (nature of being) atau bila dikhususkan artinya adalah sifat gejala atau fenomena yang kita ketahui. Dalam ilmu pengetahuan sosial, ontologi berkaitan terutama dengan interaksi sosial.
Epistemologi, adalah cabang filsafat yang  memperlajari benar tidaknya suatu pengetahuan.
Aksiologi, adalah cabang filsafat yang mengkaji nilai-nilai.
Sumber: syam, Nina  W. 2010. Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media
9.      Syarat Ilmu
a.       Syarat pengetahuan dapat tergolong kedalam ilmu atau pengetahuan ilmiah adalah (1)dasar pembenaran, yaitu mengharuskan seluruh cara kerja ilmiah diarahkan untuk mempeoleh derajat kepastian yang setinggi mungkin pada pengetahuan yang dihasilkan; (2) sifat sistematis, artinya terdapat sistem di dalam susunan suatu pengetahuan ilmiah (prosuk) dan di dalam cara memperoleh pengetahuan itu (proses, metode); (3) sifat intersubjektif.
Sumber : Semiawan, Conny dkk. 2007. Panorama Filsafat Ilm: Landasan Perkembangan Ilmu Sepanjang Zaman. Jakarta: Teraju
b.      Syarat ilmu pengetahuan adalah (1) Sistematis, maksudnya mempunyai bentuk susunan dan aturan permainan yang sama; (2)  logis rasional, yaitu suatu cara penjelasan yang hasil penjelasannya tersebut dapat dicerna oleh akal sehat atau masuk akal; (3) objetif, diberi pengertian bahwa kebenaran melekat pada bendanya dan bukan pada orang yang menilainya. Pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan apabila memiliki kebenaran yang objektif; (4) prediktif, artinya memilii kemampuan untuk meramal atau memprediksi kejadian di kemudian hari.
Sumber : Soeroso, Andrean. 2008. Sosiologi 1: SMA Kelas X. Jakarta:Yudhistira
10.  Syarat Berfikir Filsafat
(syarat filsafat)
1. Meniadakan kecongkakan maha tau sendiri
2. perlunya sikap mental berupa kesetiaan pada kebenaran
3. memahami secara sungguh-sungguh persoalan-persoalan filsafat serta berusaha memikirkan jawabannya
4. latihan intelektual itu dilakukan secara aktif dari wakt ke wakt dan diungkapkan, baik secara lisan maupun tulisan
5. sikap keterbukaan diri (syam, 2010: 86)
b.  1. Objektif. Ilmu harus memliki objek kajian yang terdiri dari suatu golongan masalah yang sama sifat hakikinya, tampak dari luar maupun dari dalam
2. metode. Dalam upaya mencapai kebenran, selalu terdapat kemungkinan penyimpangan yang harus diminimalisirkan
3. sistemats. Karena mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek. Ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem
4. universal. Kebenran yang hendak dicapai bukan yang tertentu, melainkan bersifat umum. (Komala,2009:4-5)
11.  Landasan Ilmu Komunikasi
12.  Objek Ilmu Komunikasi
13.  Hubungan Filsafat dengan Metodologi itu apa
14.  Apa itu teori
a.       “Teori adalah suatu pernyataan yang isinya menyebabkan atau mengkarakteristikkan beberapa fenomena”, menurut Stevens.
b.      Fawcett mendefinisikan teori sebagai” “Suatu terori adalah suatu deskripsi fenomena tertentu, suatu penjelasan tentang hubungan antara fenomena, atau ramalan tentang akibat-akibat satu fenomena pada fenomena lainnya”.
Sumber: Brink, Pamela J. dan Marilynn J. Wood. 2000. Langkah Dasar dalam Perencanaan Riset Keperawatan: dari Pertanyaan sampai Proposal. E/4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
a.       Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungn yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. (Creswell, 1993:120)
Sumber: Creswell, John W. 1993. Qualitative & Quantitative Approach Research Design. London: Sage
b.      Suatu teori ialah seperangkat konstruk (konsep), batasan, dan proposisi yang menyajikan suatu pandangan sistematis terhadap fenomena dengan menrima hubungan-hubungan antarvariabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan gejala itu. (Syam, 2010:128)
Sumber: Syam, Nina W. 2010. Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
15.  Apa perbedaan  metode dan metodologi
a.       Metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis, sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut. (Suriasumantri, 2005 : 49)
Sumber: Suriasumantri, Jujun S. 2005. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Surya Multi Grafika
b.      Peter R. Senn mengatakan bahwa metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Metodologi merupakan ilmu tentang metode atau ilmu yang mempelajari prosedur atau cara-cara mengetahui sesuatu.
Metodologi membahas konsep teroritik dari berbagai metode, kelemahan dan kelebihannya dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan pemilihan metode yang digunakan, sedangkan metode penelitian mengemukakan secara teknis metode-metode yang digunakan dalam penelitian. (Qomar, 2005 :20)
Sumber            : Qomar. Mujamil. 2005. Epistemologi Pendidikan Islam: dari Metode Rasional hingga Metode Kritik. Jakarta: Erlangga


Semiotika

Pengertian Semiotika
Kata semiotika berasal dari kata Yunani semeion, yang berarti tanda. Ada kecenderungan bahwa manusia selalu mencari arti atau berusaha memahami segala yang ada di sekelilingnya dan dianggap sebagai tanda. Ferdinand de Saussure merumuskan tanda sebagai kesatuan dari signifier (penanda), konsep atau bentuk; dan signified (petanda) atau makna.
Sebagai ilmu, semiotika adalah ilmu tentang tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya. Semiotika adalah teori tentang tanda dan penandaan. Semiotika juga mempelajari bagaimana tanda melakukan penandaan.
Seggers memberikan batasan yang hampir sama bahwa semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs (tanda-tanda) dan berdasarkan pada sign system (code) (Segers, 2000:4). Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tnda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi. Hjelmslev mendefisnisikan tanda sebagai suatu keterhubungan antara wahana ekspresi (expression plan) dan wahana isi (content plan). Tnda, dalam pandangan Pierse adalah sesuatu yang hidup dan dihidupi (cultivated). Tanda hadir dalam proses interpretasi (semiosis) yang mengalir (Muhibbin, 2006:18).
Semiotika memecah-mecah kandungan teks menjadi bagian-bagian, dan menghubungkan mereka dengan wacana yang lebih luas. Sebuah analisis semiotik menyediakan cara mengubungkan teks tertentu dengan sistem pesan dimana ia beroperasi. Hal ini memberikan konteks intelektual pada isi: ia mengulas cara-cara bersagam unsur teks bekerja sama dan berinteraksi dengan pengetahuan kultural kita untuk menghasilkan makna. Semiotika memiliki keuntungan dalam menghasilkan apa yang disebut Clifford Geertz (1973) sebagai “deskripsi-deskripsi tebal (thick descriptions) yang bertekstur serta analisis-analisis yang kompleks. Karena sangat subjektif, semiotika tidak reliable dalam konteks pemahaman ilmu pengetahuan sosial tradisimal –peneliti lain yang memperlajari teks yang sama dapat saja mengeluarkan sebuah makna yang berbeda! Namun,  hal ini tidak menguragi nilai semiotika karena semiotika adalah tentang memperkaya pemahaman kita terhadap teks. Sebagai sebuah metode, semiotika bersifat interpretatif dan, konsekuensinya, sangat subjektif.
Semiotika sebagai Ilmu
Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan Saussure adalah linguistik, sedangkan Peirce filsafat. Sausure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi (semiology).
Semiologi menurut Saussure seperti dikutip Hidayat, didasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, di belakangnya harus ada sistem pembedaan dan konvensi yang memungkinkan makna itu. Di mana ada tanda, di sana ada sistem (Hidayat, 1998:26). Sedangkan Peire menyebut ilmu yang dibangunnya semiotika (semiotics). Bagi Pierce yang ahli filsafat dan logika, penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya, manusia hanya dapat bernalar lewat tanda. Dalam pikirannya, logika sama dengan semiotika dan semiotika dapat diterapkan pada segala macam tanda (Berger, 2000:11-22). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah semiotika lebih populer daripada semiologi.
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda (sign), berfungsinya tanda, dan produksi makna. Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain. Dalam pandangan Zoest, segala sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati dapat disebut tanda. Karena itu, tanda tidaklah terbatas pada benda. Adanya peristwa, tidak adanya peristiwa, struktur yang ditemukan dalam sesuatu, suatu kebiasaan, semua itu dapat disebut tanda. Sebuah bendera kecil, sebuah isyarat tangan, sebuah kata, suatu keheningan, suatu kebiasaan makna, sebuah gejala mode, suatu gerak syaraf, peristiwa memerahnya wajah, suatu kesukaan tertentu, letak bintang tertentu suatu sikap, setangkai bunga, rambut uban, sikap diam membisu, gagap, berbicara cepat, berjalan sempoyongan, menatap, api, putih, bentuk, bersudut tajam, kecepatn, kesabaran, kegilaan, kekhawatiran, kelengahan, semua itu dianggap sebagai tanda (Zoest, 1993:18).
Menurut Saussure, seperti dikutip Pradopo (1991:54) tanda adalah kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Dimana ada tanda, disana ada sistem. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yang ditangkap oleh indra kita yang disebut dengan signifier, bidang penanda atau bentuk. Aspek lainnya disebut signified, bidang petanda atau konsep atau makna. Aspek kedua terkandung di dalam aspek pertama. Jadi petanda merupakan konsep atau apa yang dipresentasikan oleh aspek pertama.
Lebih lanjut dikatakan bahwa petanda terletak pada tingkatan ungkapan (level of expression) dan mempunyai wujud atau merupakan bagaian fisik seperti bunyi, huruf, kata, gambar, warna, objek, dan sebagainya.
Menurut Pierce, tanda (representament) ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu (Eco, 1979:15). Tanda akan selalu mengacu kepada sesuatu yang lain, oleh Pierce disebut objek (denotatum). Mengacu berarti mewakili atau menggantikan. Tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melalui interpretatntt. Jadi interpretantt ialah pemahaman makan yang muncul dalam diri penerima tanda. Artinya, tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground, yaitu pengetahuan tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat. Hubungan ketiga unsur yang dikemukakan Pierce terkenal dengan nama segi tiga semiotik.
Selanjutnya dikatakan, tanda dalam hubungan dengan acuannya dibedakan menjadi tanda yang dikenal dengan ikon, indeks, dan simbol.
Ikon adalah tanda yang antara tanda dengan acuannya ada hubungan kemiripan dan biasa disebut metafora. Contoh ikon adalah potret. Bila ada hubungan kedekatan eksistensi, tanda demikian disebut indeks. Tanda seperti ini disebut metonimi. Contoh indeks adalah tanda panah petunjuk arah bahwa disekitar tempat itu ada bangunan tertentu. Langit berawan tanda akan turun hujan. Simbol adalah tanda yang diakui keberadaannya berdasarkan hukum konvensi. Contoh simbol adalah bahasa tulisan.
Ikon, indeks, simbol merupakan perangkat hubungan antara dasar (bentuk), objek (referent), dann konsep (interpretantt atau reference). Bentuk biasanya menimbulkan persepsi dan setelah dihubungkan dengan objek akan menimbulkan interpretant. Proses ini merupakan proses kognitif dan terjadi dalam memahami pesan iklan. Rangkaian pemahaman akan berkembang terus seiring dengan rangkaian semiosis yang tidak kunjung berakhir. Selanjtnya, terjadia tingkatan rangkaian semiosis. Interpretant pada rangkaian semiosis lapisan pertama akan menjadi dasar untuk mengacu pada objek baru dan dari sini terjadi rangkaian semiosis lapisan kedua. Jadi, apa yang berstatus sebagai tanda pada lapisan pertama berfungsi sebagai penanda pada lapisan kedua, dan demikian seterusnya.
Terkait dengan itu, Barthes seperti dikutip Iriantara dan Ibrahim (2005:118-119) mengemukakan teorinya tentang makna konotatif. Ia berpendapat bahwa konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda dalam tatanan pertandaan kedua. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya. Ini terjadi tatkala makna bergerak menuju subjektif atau setidaknya intersubjektif. Semuanya berlangsung ketika interpretantt dipengaruhi oleh banyaknya penafsir dan objek atau tanda.
Tanda (Ikon, Indeks, Simbol)
Merujuk teori Pierce (North, 1995:45), tanda-tanda dalam gambar dapat digolongkan ke dalam ikon, indeks, dan simbol.
Ikon adalah tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya. Dapat pula dikatakan, ikon adalah tanda yang memiliki ciri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkan. Misalnya, peta Yogyakarta adalah ikon wilayah Yogyakarta yang digambarkan dalam peta tersebut. Cap jempol Sultan adalah ikon dari ibu jari Sultan.
Indeks merupakan tanda yang memiliki hubungan sebab-akibat dengan apa yang diwakilinya atau disebut juga tanda sebagai bukti. Contohnya, asap menunjukkan adanya api. Jejak telapak kaki di tanah merupakan tanda indeks orang yang melewati tempat itu. Tanda tangan (signature) adalah indeks dari keberadaan seseorang yang menorehkan tanda tangan itu.
Simbol merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan, atau perjanjian yang disepakati bersama. Simbol baru dapat dipahami jika seseorang sudah mengerti arti yang telah disepakati sebelumnya.
Kode
Kode menurut Piliang (1998:17) adalah cara pengkombinasian tanda yang disepakati secara sosial untuk memungkinkan satu pesan disampaikan dari seseorang ke orang lainnya. Sedangkan kode dalam terminologi sosiolinguistik ialah variasi tutur yang memiliki bentuk khas, serta makna yang khas pula (Poedjosoedarmo, 1986:27). Dalam praktik bahasa, sebuah pesan yang dikirim kepada penerima pesan diatur melalui seperangkat konvensi atau kode. Umberto Eco menyebut kode sebagai aturan yang menjadikan tanda sebagai tampilan yang konkret dalam sistem komunikasi. (Eco, 1979:9).
Fungsi teks-teks yang menunjukkan pada sesuatu (mengacu pada sesuatu) dilaksanakan berkat sejumlah kaidah, janji, dan kaidah-kaidah alami yang merupakan dasar dan alasan mengapa tanda-tanda itu menunjukkan pada isinya. Tanda-tanda ini menurut Jakobson merupakan sebuah sistem yang dinamakan kode (Hartoko, 1992:92).
Kode pertama yang berlalau pada teks-teks ialah kode bahasa yang digunakan untuk mengutarakan teks yang bersangkutan. Kode bahasa itu dicantumkan dalam kamus dan tata bahasa. Selain itu, teks-tekss tersusun menurut kode-kode ain yang disebut ode sekunder, karena bahannya ialah sebuah sistem lambang primer, yaitu bahasa. Sedangkan struktur cerita, prinsip-prinsip drama, bentuk-bentuk agumentasi, sistem metrik, semua itu merupakan kode-kode sekunder yang digunakan dalam tes-teks untuk mengalihkan arti.
Roland Barthes dalam buku S/Z mengelompokkan kode-kode tersebut menjadi lima kisi-kisi kode, yakni kode hermeneutik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi, dan kode kultural atau kode kebudayaan (Barthes, 1974:106). Uraian kode-kode tersebut dijelaskan Pradopo (1991:80-81) sebagai berikut:
Kode hermeneutik, yaitu artikulasi pelbagai cara pertanyaan, teka-teki, respons, enigma, penangguhan jawaban, akhirnya menuju pada jawaban. Atau dengan kata lain, kode hermeneutik berhubungan dengan teka-teki yang timbul dalam sebuah wacana.Siapakah mereka? Apa yang terjadi? Halangan apakah yang muncul? Bagaimanakah tujuannya? Jawaban yang satu menunda jawaban lain.
Kode semantik, yaitu kode yang mengandung konotasi pada level penanda. Misalnya konotasi femininitas dan maskulinitas. Atau dengan kata lain, kode semantik adala tanda-tanda yang ditata sehingga memberikan suatu konotasi masjulin, feminin, kebangsaan, kesukuan, atau loyalitas.
Kode simbolik, yaitu kode yang berkaitan dengan psikoanalisis, antitesis, kemenduaan, pertentangan dua unsur, atau skizofrenia.
Kode narasi atau proairetik yaitu kode yang mengandung cerita, urutan, narasi, atau antinarasi.
Kode kebudayaan atau kultural, yaitu suara-suara yang bersifat kolektif, anomin, bawah sadar, mitos, kebijaksanaan, pengetahuan, sejarah, moral, psikologi, sastra, seni, dan legenda.
Makna Denotatif dan Konotatif
Kita seringkali menggunakan makna tetapi seringkali pula kita tidak memikirkan makna itu. Kita bermain dengan makna dalam satu bentuk atau bentuk lainnya, lalu menyampaikan pengalaman sebagian besar umat manusia di semua masyarakat.
Semua simbol melibatkan tiga unsur: pertama, simbol itu sendiri. Kedua, satu rujukan atau leih. Ketiga, hubungan antara simbol dengan rujukan. Semua itu merupakan dasar bagi keseluruhan makna simbolik. Sementara itu, simbol sendiri meliputi apapun yang dapat kita rasakan atau alami.
Salah satu cara yang digunakan para pakar untuk membahas lingkup makna yang lebih besar adalah dengan membedakan makna denotatif dengan makna konotatif. Spradley (1997:122) menjabarkan makna denotatif meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata (makna referensial). Piliang (1998:14) mengartikan makna denotatif hubungan eksplisit antara tanda dengan referensi atau realitas dalam pertandaan terhadap denotatif.
Spradley (1997:123) menyebut makna konotatif meliputi semua signifikansi sugestif dari simbol yang lebih daripada arti referensialnya. Menurut Piliang (1998:17), makna konotatif meliputi aspek makna yang berkaitan dengan perasaan dan emosi serta nilai-nilai kebudayaan dan ideologi.
Menurut Williamson, teori semiotika iklan menganut prinsip peminjaman tanda sekaligus peminjaman kode sosial. Misalnya, iklan yang menghadirkan bintang film terkenl, figurbintang iklan tersebut dipinjam  mitos, ideologi, image, dan sifat-sifat glamour bintang film tersebut. 

Berdasarkan tujuannya, secara garis besar iklan dapat dikelompokan menjadi dua yaitu Iklan Komersial dan Iklan non-komersial. Iklan Komersial/bisnis adalah iklan yang bertujuan mendapatkan keuntungan ekonomi, utamanya meningkatkan penjualan. Iklan jenis ini dapat dibagi lagi menjadi tiga, yaitu: Iklan Konsumen – dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan bisnis dimana pesan iklan ditujukan kepada konsumen akhir, yaitu pengguna terakhir suatu produk; Iklan Bisnis – adalah iklan yang disampaikan dengan maksud mendapatkan keuntungan ekonomi dimana sasaran pesan yang dituju adalah seseorang atau lembaga yang akan mengolah atau menjual produk yang diiklankan tersebut kepada konsumen akhir; dan Iklan Profesional – adalah iklan yang disampaikan dengan maksud mendapatkan keuntungan bisnis dimana khalayak sasaran iklan adalah segmen khusus, yaitu para profesional

Iklan Layanan Masyarakat

Iklan yang digunakan untuk menyampaikan informasi, mempersuasi atau mendidik khalayak dimana tujuan akhir bukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, melainkan keuntungan sosial. Keuntungan sosial disini dapat berarti penambahan pengetahuan, kesadaran sikap dan perubahan perilaku masyarakat terhadap masalah yang diiklankan, serta mendapatkan citra baik di mata masyarakat.

Sosiologi Fenomenologis Berger: Bersosiologi dengan Proses Berpikir Fenomenologi

Menurut Berger, semua yang kita tahu dan ada, hanyalah sebatas konstruksi sosial; konstruksi sosial atas realitas.
A.    Media Massa dan Konstruksi Realitas
Teori konstruksi sosial diterapkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann dalam sosiologi pengetahuan. Pembentukan masyarakat terjadi melalui tiga proses, yakni eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.
Berger menyatakan bahwa proses konstruksi terjadi diantara individu. Bungin mengkritik konsep tersebut jika konsepnya digunakan pada media massa atau media komunikasi. Berikut kritik Bungin:
1.      Subjek konstruksi tidak selamanya terjadi langsung diantara individu atau individu dengan masyarakat dan negara, tetapi bisa berasal dari media.  Menurut Bungin, konstruksi iklan atas realitas sosial terjadi karena iklan televisi adalah bagian dari media televisi dan menjadi salah satu sumber otoritas televisi.
2.      Objek yang dibangun konstruksi sosial berupa wacana publik, kesadaran umum, dan konsep-konsep yang objektif, subjektif, maupun simbolis. Menurut Bungin, realitas sosial yang dibangun oleh konstruksi iklan televisi adalah realitas yang bersifat maya, hanya ada di dalam media karena itu bersifat subjektif dan simbolis.
3.      Menurut Bungin, gagasan Berger & Luckmann dapat didekonstruksi oleh individu sebagai bagian proses dialektika antara pemikiran konstruksi sosial dan dekonstruksi. Dekonstruksi dilakukan oleh pemirsa televisi sebagai bagian dari proses konstruksi sosial, yang akhirnya akan membentuk keputusan-keputusan perilaku konsumen.
Ibnu Hamad, seorang ilmuan sosial Indonesia, mengatakan bahwa karena sifat dan fakta pekerjaan media massa adalah menceritakan berbagai peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksi berbagai realitas yang disiarkan. Media menyusun realitas atas berbagai peristiwa yang terjadia hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna. Pembuatan berita di media pada dasarnya adalah menyusun realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita atau wancana yang bermakna. Dengan demikian, seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality) dalam bentuk wacana yang bermakna. Menurut Hamad, bahasa merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Seluruh isi media menggunakan bahasa, baik bahasa verbal maupun nonverbal.
Dalam paradigma komunikasi, studi Bungin dan Hamad seolah memperkuat paradigma konstruktivisme (constuctivism paradigm) dimana realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial sehingga kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif.
B.     Realitas Sosial sebagai Pengetahuan Sosiologi
Teori konstruksi sosial Berger dan Luckmann sangat dipengaruhi Alfred Schutz. Melalui berbagai karyanya, mereka menjadikan fenomenologi sebagai pendekatan yang mudah digunakan dalam sosiologi.
Menurut Berger dan Luckmann, masyarakat mesti dilihat baik sebagai realitas objektif maupun sebagai realitas subjektif. Seperti yang ditulis Veeger, hal poko tersebut tidak langsung dimengerti dalam seluruh implikasinya bagi sosiologi. Veeger mengatakan, sampai abad ini sosiologi menunjukkan ciri-ciri berat sebelah, yang mengingatkan kita akan sifat ekstrem pandangan kolektivistis dan pandangan individualistis.
C.    Relasi antara individu dan Struktur Sosial:Sebuah Perdebatan Penting
Sebuah perdebatan penting dalam teori sosiologi adalah pada relasi antara individu dan struktur sosial. Kita bisa melihat terdapat tiga posisi utama dalam perdebatan tersebut:
1.      Beberapa sosiolog berpendapat bahwa struktur tidak bisa dianggap determinan. Bahkan ada pendapat bahwa struktur sosial sama sekali tidak ada.
2.      Posisi yang bersebrangan menyatakan bahwa sosiologi seharusnya hanya menaruh perhatian pada struktur sosial yang menentukan watak dan tindakan individu sehingga watak agensi menjadi tidak penting.
3.      Ada proses dialektis: makna diberikan oleh individu kepada dunia mereka kemudian dari sistem makna yang dipakai individu dan membatasi tindakan mereka.
Berger sudah merumuskan tujuan sosiologi dalam bentuk serangkaian pertanyaan, yakni: “Apa yang sedang orang lakukan disini satu sama lain? Hubungan seperti apa yang terdapat diantara mereka? Bagaimanakah hubungan tersebut telah diatur dan disusun menjadi lembaga-lembaga sosial (kemasyaakatan)’ Gagasan-gagasan manakah yang mendorong orang dan lembaga mereka?”
Dalam pendangan Berger, sosiolog ialah seseorang yang tertarik oleh manusia serta kelakuannya. Menurut Berger, “Thinks are not what they seem”. Sulit bagi Berger merevisi atau memperbaiki definisi Ma weber, yakni bahwa situasi sosial adalah situasi dimana orang mengarahkan perilaku mereka yang satu kepada orang lain. Lapisan makna, pengarapan, dan perilaku atau perbuatan dihasilkan oleh orientasi timbal-balik ini merupakan bahan untuk analisis sosiologis. Dengan demikian, sama seperti Max Weber, Berger pun hendak bertolak dari kesadaran manusia.
D.    Sosok dan Pemikiran Berger
Pemikiran Peter Ludwig Berger banyak dipengaruhi sosiologi klasik dan sosiologi fenomenologis.
Berger dilahirkan di Austria, kemudian menjalani pendidikannya di AS. Pda tahun 1960-an, lahirlah pemikiran Berger pertama kali. Saat itu fungsionalisme semakin ditinggalkan oleh sosiolog Amerika. Perhatian mulai beralih ke perspektif konflik dan ke persoalan yang bernuansa humanistis.
Reaksi negatif terhadap Berger muncul seiring dengan kian meluas gaung perspektif teoretisnya. Seperti yang dilontarkan Douglas dan Johnson bahwa Berger sesuangguhnya tergolong pemikir Durhemian. Menurutnya, usaha Berger dan Luckmann merumuskan teori konstruksi realitas, intinya hanya usaha untuk memberi justifikasi atau gagasan Durkheim menggunakan fenomenologi.

Menurut Berger pendekatan fenomenologi akan terhenti ketika mulai memasuki area ilmu (positivistik). Baginya, fenomenologi hanya sebuah metode deskriptif dan empiris karena berdasarkan pengalaman manusia.