Tuesday 10 June 2014

Sejarah Perkembangan Filsafat Komunikasi secara Umum dan di Indonesia

Sejarah Perkembangan Filsafat Komunikasi
A.    Filsafat sebagai Akar Ilmu Komunikasi 
Para ahli sepakat bahwa landasan ilmu komunikasi yang pertama adalah filsafat. Filsafat melandasi ilmu komunikasi dari domain ethos, pathos, dan logos dari teori Aristoteles dan Plato. Ethos merupakan komponenfilsafat yang mengajarkan ilmuwan tentang pentingnya rambu-rambu normative dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang kemudian menjadi kunci utama bagi hubungan antara ilmu dan masyarakat. Pathos merupakan komponen filsafat yang menyangkut aspek emosi atau rasa yang ada dalam diri manusia sebagai makhluk yang senantiasa mencintai keindahan, penghargaan, yang dengan ini manusia berpeluang untuk melakukan improvisasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Logos merupakan komponen filsafat yang membimbing para ilmuwan untuk mengambil suatu keputusan berdasarkan pada pemikiran yang bersifat nalar dan rasional, yang dicirikan oleh argument-argumen yang logis.
Komponen yang lain dari filsafat adalah komponen piker, yang terdiri dari etika, logika, dan estetika, Komponen ini bersinegri dengan aspek kajian ontologi (keapaan), epistemologi (kebagaimanaan), dan aksiologi (kegunaan atau kemanfaatan).
Pada dasarnya filsafat komunikasi memberikan pengetahuan tentang kedudukan Ilmu Komunikasi dari perspektif epistemology:
1.      Ontologis: What It Is?
Ontologi berarti studi tentang arti “ada” dan “berada”, tentang cirri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak (Suparlan: 2005). Ontolgi sendiri berarti memahami hakikat jenis ilmu pengetahuan itu sendiri yang dalam hal ini adalah Ilmu Komunikasi.
Ilmu komunikasi dipahami melalui objek materi dan objek formal. Secara ontologism, Ilmu komunikasi sebagai objek materi dipahami sebagai sesuatu yang monoteistik pada tingkat yang paling abstrak atau yang paling tinggi sebagai sebuah kesatuan dan kesamaan sebagai makhluk atau benda. Sementara objek forma melihat Ilmu Komunikasi sebagai suatu sudut pandang (point of view), yang selanjutnya menentukan ruang lingkup studi itu sendiri.
Contoh relevan aspek ontologis Ilmu Komunikasi adalah sejarah ilmu Komunikasi, Founding Father, Teori Komunikasi, Tradisi Ilmu Komunikasi, Komunikasi Manusia, dll.
1.      Epistemologis: How To Get?
Hakikat pribadi ilmu (Komunikasi) yaitu berkaitan dengan pengetahuan mengenai pengetahuan ilmu (Komunikasi) sendiri atau Theory of Knowledge. Persoalan utama epsitemologis Ilmu Komunikasi adalah mengenai persoalan apa yang dapat ita ketahui dan bagaimana cara mengetahuinya, “what can we know, and how do we know it?” (Lacey: 1976). Menurut Lacey, hal-hal yang terkait meliputi “belief, understanding, reson, judgement, sensation, imagination, supposing, guesting, learning, and forgetting”.
Secara sederhana sebetulnya perdebatan mengenai epistemology Ilmu Komunikasi sudah sejak kemunculan Komunikasi sebagai ilmu. Perdebatan apakah Ilmu Komunikasi adalah sebuah ilmu atau bukan sangat erat kaitannya dengan bagaimana proses penetapan suatu bidang menjadi sebuah ilmu. Dilihat sejarahnya, maka Ilmu Komunikasi dikatakan sebagai ilmu tidak terlepas dari ilmu-ilmu social yang terlebih dahulu ada. pengaruh Sosiologi dan Psikologi sangat berkontribusi atas lahirnya ilmu ini. Bahkan nama-nama seperti Laswell, Schramm, Hovland, Freud, sangat besar pengaruhnya atas perkembangan keilmuan Komunikasi. Dan memang, Komunikasi ditelaah lebih jauh menjadi sebuah ilmu baru oada abad ke-19 di daratan Amerika yang sangat erat kaitannya dengan aspek aksiologis ilmu ini sendiri.
Contoh konkret epistemologis dalam Ilmu Komunikasi dapat dilihat dari proses perkembangan kajian keilmuan Komunikasi di Amerika (Lihat History of Communication, Griffin: 2002). Kajian Komunikasi yang dipelajari untuk kepentingan manusia pada masa peperangan semakin meneguhkan Komunikasi menjadi sebuah ilmu.
1.      Aksiologis: What For?
Hakikat individual ilmu pengetahuan yang bersitaf etik terkait aspek kebermanfaat ilmu itu sendiri. Seperti yang telah disinggung pada aspek epistemologis bahwa aspek aksiologis sangat terkait dengan tujuan pragmatic filosofis yaitu azas kebermanfaatan dengan tujuan kepentingan manusia itu sendiri. Perkembangan ilmu Komunikasi erat kaitannya dengan kebutuhan manusia akan komunikasi.
Kebutuhan memengaruhi (persuasive), retoris (public speaking), spreading of information, propaganda, adalah sebagian kecil dari manfaat Ilmu Komunikasi. Secara pragmatis, aspek aksiologis dari Ilmu Komunikasi terjawab seiring perkembangan kebutuhan manusia.
B.     Sejarah Perkembangan Filsafat Komunikasi di Yunani
1.      Masa Demokrasi Klasik
Filsafat komunikasi yang berkembang di Yunani berakar pada ajaran retorika. Perkembangan retorika di Yunani berlangsung melalui tradisi komunikasi publik atau lebih dikenal perkembangan debat. Istilah retorika dikenalkan pertama kali oleh Georgiaas pada tahun 427 SM.  Retorika di Yunani berkembang melalui tradisi komunikasi publik yang dikenal dengan perkembangan debat. Pelopornya adalah Protagoras.
2.      Kaum Sofis (The Sophist)
Empedokles mengajarkan prinsip-prinsip retorika, yang kelak dibawa dan diperkenalkan oleh Georgias. Georgias kemudian dalam retorikanya memberi penekanan pada dimensai bahasa yang puitis dan teknik berbicara yang impromtu. Menurut Protagoras, kemahiran berbicara titujukan untuk keindahan bahasa. Georgias dan Protagoras berkeliling negeri ututk mengajarkan retorika dan mendirikan sekolah-sekolah retorika. Protagoras bersama murid-muridnya telah memproklamasikan diri sebagai kaum sophistai (atau sophist, guru kebijaksanaan).
Demosthenes berhasil mengembangkan retorika dengan gaya yang jelas dan keras. Konsep pidatonya menggabungkan narasi dengan argumentasi. Pada masa itu kaum sofis menjadi populer. Akan tetapi banyak pihak yang mengkritik, termasuk Socrates. Socrates kemudian mengembangkan teknik-teknik retorika untuk kebenaran dengan teknik-teknik dialog. Bersama Plato, mereka mengembangakn teknik retorika dengan adanya pengorganisian pesan dan gaya. Plato mulai meletakkan prinsip dasar retorika dari teknik menjadi retorika ilmiah. Pandangan cerdas Plato diteruskan oleh muridnya, Aristoteles. Bagi Aristoteles, retorika adalah eni persuasi, suatu uraian yang harus singkat, jelas, dan meyakinkan dengan keindahan bahasa yang disusun untuk segala sesuatu yang bersifat memperbaiaki (corrective), memerintah (instruktive), mendorong (suggestive), dan mempertahankan (defensive). Aristoteles juga menyebut 3 faktor yang dapat memengaruhi orator dalam meyakinkan pendengarnya, yaitu: ethos (kepercayaan), pathos (emosi), dan logos (pikiran). Kajian ilmiah retorika Aristoteles bersifat sistematis dan komprehensif sehingga banyak dipelajari oleh bangsawan dan negarawan Yunani.
3.     Aliran Socrates (The Socratic School)
Dipelopori oleh Socrates dan Plato atas reaksinya terhadap kaum Sofis. Mereka menentang kaun Sofis yang mengajarkan teknik untuk membangkitkan emosi dan merintangi pembuatan keputusan rasional. Pendekatan Socrates menekankan peraturan dan keterampilan berkomunikasi dengan keharusan mengembangkan dan menerapkan akal pikiran. Kaum sofis mempertahankan teknik berbicara di depan publik tanpa hambatan, sedangkan pendekatan Socrates menekankan peraturan dan keterampilan berkomunikasi dengan keharusan mengembangkan dan menerapkan akal pikiran.
C.    Sejarah Perkembangan Filsafat komunikasi di Romawi
Selama 200 tahun ajaran Aristoteles berpengaruh di Romawi tanpa adanya penambahan. Pada tahun 100 SM, lahir buku Ad Herrenium yang mensistemasikan retorika gaya Yunani ke dalam cara-cara Romawi. Orang-orang Romawi hanya mengambil segi-segi praktisnya saja dari retorika Yunani. Orang-orang yang terkenal pada masa itu adalah Antonius, Crassus, Rufus, dan Hortensius. Hortensius mengembangkan retorika dengan mempelajari gerakan-gerakan dalam berpidato dan cara penyampaiannya.
Menurut Cicero, efek pidato akan baik bila orator adalah orang yang baik. Prinsip tersebut dikenal dengan istilah The good man speaks well. Menurut Cicero, sistemaktika retorika mencakup dua tujuan pokok, yaitu tujuan yang bersifat suasio (anjuran) dan dissuaasio (penolakan) , sedangkan daua tahapan retorika ggayanya adalah tahap investio (pencarian bahan) dan tahap ordo collocatio (penyusunan pidato).
Sampai tahun 500 M, retorika di Yunani dan Romawi didominasi oleh negarawan, politisi, dan bangsawan. Pada tahun ini, retorika mulai mengalami kemunduran. Banyak kaisar yang tidak senang dengan orang-orang yang pandai bicara. Abad ini dikenal juga dengan abad kegelapan. Bagi agama Kristen, retorika dianggap kesenian kafir dan jahiliyah, sehingga dilarang untuk dipelajari.
D.    Sejarah Perkembangan Filsafat Komunikasi di Eropa
Perkembangan filsafat komunikasi di wilayah Eropa bermula dari Zeitungskunde sebagai bidang kajian di Universitas Bazeel, Swiss. Zeitungskunde diajarkan oleh Karl Bucher. Jasa Karl Bucher:
Pada tahun 1910 Max Weber di Konferensi Sosiologis memperkenalkan pendekatan sosiologis “Soziologie des Zeitungwesens”. Menurut Weber, persoalan modal sanga penting bagi kelembagaan suratkabar, bukan saja menyangkut kebijaksanaan redaksional. Publisistik merupakan perkembangan dari zeitungswissenchaft. Publisistik mengajarkan bahwa setiap pernyataan kepada umum menciptakan suatu hubungan rohaniah antara publisher dengan khalayak. Literatur Jerman yang bermutu mengenai ilmu komunikasai pada fase zeitungskunde dan zeitungswissenchaft diantaranya:
1.     Karl Bucher, Gesammelte aufsatze zeitungskunde Tubingen
2.     Max Weber, Soziologie des zeitungswesens
3.     Erich Evert, Zeitungskunde und universtat jena
4.     Emil Dovifat, Wege un anjurand ziele der zeitungswissenschaftlichen arbeit Berlin
5.      Otto Groth, die zeitung Mannheim
Perkembanagan publisistik selanjutnya ditandai dengan bangkitnya perhatian terhadap masalah retorika, radio, TV, film. Pada zaman Romawi sudah mulai berkembang proses pernyataan melalui media, namun belum dapat dinilai sebagai ilmu.
E.     Sejarah Perkembangan Filsafat Komunikasi di Amerika
Sejarah perkembangan ilmu komunikasi di Amerika sangat dipengaruhi oleh aliran interaksi simbolik di bawah pengaruh filsafat pragmatisme, yang memiliki penekanan pada pembahasan sikap dan kepribadian yang menitikberatkan pada diri dan kepribadian.
Perkembangan filsafat komunikasi di Amerika Serikat dapat menelusuri sejarah pertumbuhan jurnalisme dan retorika di Amerika, antara lain terdapat empat fase:
Fase Benjamin Franklin
Perkembangan jurnalisme sebagai seni. Penelitian jurnalistik  & pendokumentasian belum dilakukan secara ilmiah
Fase Robert Lee
Memprakarsai pendidikan jurnalistik di Washington College, universitas Missouri, kansas & Pennsylvania
Fase Harold Lasswell
Dibuat Propaganda Technique: The word War. Lasswell menganalisis isi media dengan metode sistematik dan ilmiah. Sumbangan paling besarnya adalah metodologi
Fase Willbur Schramm
Studi komunikasi secara interdisipliner. Merintis penelitian efek media terhadap pendidikan, pembangaunan nasional, komunikasi satelit, dan pedesaan.
Robert Bierstedt memasukkan jurnalistik sebagai ilmu, yaitu ilmu terapan. Selain menyiarkan pemberitaan, radio dan televisi juga menyiarkan produk-produk siaran lainnya. Maka journalism berkembang menjadi mass communication.
Dalam perkembangan selanjutnya, mass communication dianggap tidak lagi tepat karen tidak merupakan proses komunikasi yang menyeluruh. Di Amerika Serikat muncul communication science atau kadang-kadang dinamakan juga communicology¸ yaitu ilmu yang mempelajari gejala-gejala sosial sebagai akibat dari proses komunikasi massa, komunikasi kelompok, dan komunikasi anterpersona.
Kebutuhan orang-orang Amerika akan science of communication tampak sejak tahun 1940-an, pada waktu seorang sarjana Carl. I Hovland menampilkan definisinya mengenai ilmu komunikasi. Hovland mendefinisikan science of communication sebagai: “a systematic attemp to formulate in rigorous fashion the principles by which information is transmitted and opinions and attitudes are formed”.
Komunikasi muncul sebagai disiplin akademis tersendiri pada akhir 1940 an, yang ditandai dengan pembentukan Institut Penelitian Komunikasi (Institute of Communication Research) di Universitas Illinois pada tahun 1948 yang dipimpin oleh salah satu pakar dan perintis ilmu komunikasi terkemuka, Wilbur Schramm.
F.     Sejarah Perkembangan Filsafat Komunikasi Perspektif Islam
Perkembanganfif filsafat komunikasi dalam perspektif ajaran Islam dirujuk keberadaannya pada Al-quran dan Al-hadist. Didalamnya terkandung sejumlah prinsip yang mengatur berbagai kajian aspek mengenai komunikasi. Pada tahun ke-6 di Timur Tengah berkembang agama Islam. Nabi Muhammas saw sebagai utusan Allah telahs berhasil membawa perubahan hidup manusia melalui firman-firman Allah saw yang ia sampaikan. Nabi Muhammad berhasil membawa perubahan kebidupan manusia pada saat itu kepada kehidupan yang penuh hukum, aturan, dan tatanan bermasyarakat. Retorikanya begitu menyentuh hati, kata-katanya lantang dan tegas, serta wajahnya mengekspresikan ketegasan. Nabi Muhammad saw tidak pernah mempelajari retorika dari Georgias, Arietoteles, atau Cicero. Ia mempelajari retorika melalui bimbingan wahyu dan ia menganjurkan kepada para pengikutnya untuk mengajak manusia pada kebenaran dengan prinsip-prinsip qaulan syadidan, qaulan balighan, qaulan masyuran, qaulan layyinan, qaulan kariman.
G.    Perspektif Perkembangan Ilmu Komunikasi
Menurut Fisher, ada 4 perspektif perkembangan ilmu komunikasi,
(1)   Perspektif mekanistis
Menurut Descartes, manusia terdiri dari dua macam zat yaitu zat yang dapat berpikir dan zat yang mempunyai luas. Diawali sejak zaman Aristoteles yang mengatakan unsur retorika terdiri dari ethos, pathos, dan logos.
(2)   Perspektif psikologis
Wilhelm Wundt mengatakan “dalam kelangsungan pemikiran itu dapat terjadi proses-proses sosial, dimana hubungan erat dua atau tanggapan menyebabkan terseretnya tanggapan yang satu oleh yang lain di dalam pemikiran manusia. Menurut John Stuard Mill, psikologi merupakan pengetahuan dasar bagi filsafat. Konsep-konsep ini dipakai dalam ilmu komunikasi, yang terkenal dengan teori kepribadian dengan konsep id, ego, dan superego (Sigmund Freud)
(3)   Perspektif interaksional. George Herbert Mead mengatakan bahawa pikiran mengartikan dan menafsirkan benda-benda dan peristiwa yang dialaminya, menerangkan asal mula dan meramalkannya.
(4)   Perspektif Pragmatis. Post-positivisme dipengaruhi oleh (1) Materialisme: Feurbach – Karl Marx; (2) Fenomenologis : Husserl – Scheler. Pejarah perkembangan filsafat diawali pada renaissance.
H.    Sejarah Perkembangan Ilmu Komunikasi di Indonesia
Ilmu Komunikasi berawal dari dekade 40-an ketika Amerika menghadapi propaganda dalam rangka menghadapi peperangan. Ilmu komunikasi merupakan ilmu pengetahuan yang tergolong muda. Sekalipun pada sisi yang lain, sejarah perkembangan ilmu komunikasi sudah tua sejak masa Yunani dan baru dirumuskan dalam era modern sebagai ilmu baru sejak dekade PD II. Ilmu publistik merupakan sebutan awal bagi ilmu komunikasi. Ilmu komunikasi lahir di Amerika dan berkembang di Eropa, khususnya Jerman.
Berikut  sejumlah figur dalam ilmu komunikasi seperti Paul F. Lazarfeld, Wilbur Schramm, Harold Lasswell, Walter Lippmann, Bernard Berelson, Carl Hovland, Elihu Katz, Daniel Lerner, David K. Berlo, Shannon, Mc Comb, George G. Gebner, dan sebagainya.
Selain tokoh-tokoh komunikasi barat, di Indonesia terdapat sejumlah figur penting dalam bidang Ilmu Komunikasi seperti M. Alwi Dahlan, Astrid Susanto Sunario, Andi Muis, Jalaludin Rahmat, Ashadi Siregar, Anwar Arifin, Hafid Changara, Dedy N. Hidayat, Marwah Daud Ibrahim, Onong Efendi Uchayana, dan sebagainya. Karya-karya mereka telah memberi warna bagi eksistensi kajian ilmu komunikasi di Indonesia.
Di Indonesia, aktivitas ilmiah dalam kajian komunikasi dapat dilihat melalui kegiatan yang diadakan oleh kampus atau lembaga pemerintahan lainnya. Bahkan tampak pula kemunculan lembaga baru humas yaitu Public Relation Society of Indonesia. Tampaknya institusi semacam ini yang terlihat melakukan aktivitas ilmiah dalam kajian komunikasi. Selain itu, ada juga kajian komunikasi melalui lembaga LSM seperti Media Watch seperti ISAI, LSPP, LKM, dan sebagainya.
Di Indonesia, ilmu komunikasi yang kita kaji sekarang merupakan hasil dari suatu proses perkembangan yang panjang. Status ilmu komunikasi di Indonesia diperoleh melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 107/82 Tahun 1982. Keppres itu yang kemudian membawa penyeragaman nama dari ilmu yang dikembangkan di Indonesia, termasuk ilmu komunikasi. Sebelumnya dibeberapa universitas, terdapat beberapa nama yang berbeda, seperti di Universitas Padjadjaran Bandung dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang menggunakan nama Publisistik, serta Universitas Indonesia yang merubah nama Publisistik menjadi Ilmu Komunikasi Massa.
Kajian terhadap ilmu komunikasi sendiri dimulai dengan nama Publisistik dengan dibukanya jurusan Publisistik pada Fakultas Sosial dan Politik Universitas Gajah Mada pada tahun 1950, Akademi Penerangan pada tahun 1956, Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta pada tahun 1953, dan pada Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat Universitas Indonesia pada tahun 1959. Nama Ilmu Komunikasi Massa dan Ilmu Komunikasi sendiri baru muncul dalam berbagai diskusi dan seminar pada awal tahun 1970-an.
Beberapa nama tokoh yang berjasa dalam mengembangkan ilmu komunikasi antara lain, Drs Marbangun, Sundoro, Prof. Sujono Hadinoto, Adinegoro dan Prof. Dr. Mustopo. Kemudian ditambah lagi pakar komunikasi Astrid S. Susanti dan Alwi Dahlan (keduanya dari luar negeri, Astrid dari Jerman dan Alwi dari Amerika).







Daftar Pustaka
Effendy, O. U . 2003. Teori, Ilmu, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti
Muhadjir, Noeng. 1998. Filsafat Ilmu: Telaah Sitematis Fungsional Komparatif. Yogyakarta: Rake Sarasin
Mulyana, D. 2004. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Rakhmat, J. 2000. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya

Syam, Nina W. 2010. Filasafat sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media

No comments:

Post a Comment