Sejarah
Perkembangan Filsafat Komunikasi
A. Filsafat
sebagai Akar Ilmu Komunikasi
Para ahli sepakat bahwa landasan
ilmu komunikasi yang pertama adalah filsafat. Filsafat melandasi ilmu
komunikasi dari domain ethos, pathos, dan logos dari teori Aristoteles dan
Plato. Ethos merupakan komponenfilsafat yang mengajarkan ilmuwan tentang
pentingnya rambu-rambu normative dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang
kemudian menjadi kunci utama bagi hubungan antara ilmu dan masyarakat. Pathos
merupakan komponen filsafat yang menyangkut aspek emosi atau rasa yang ada
dalam diri manusia sebagai makhluk yang senantiasa mencintai keindahan,
penghargaan, yang dengan ini manusia berpeluang untuk melakukan improvisasi
dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Logos merupakan komponen filsafat yang
membimbing para ilmuwan untuk mengambil suatu keputusan berdasarkan pada
pemikiran yang bersifat nalar dan rasional, yang dicirikan oleh
argument-argumen yang logis.
Komponen yang lain dari filsafat
adalah komponen piker, yang terdiri dari etika, logika, dan estetika, Komponen
ini bersinegri dengan aspek kajian ontologi (keapaan), epistemologi
(kebagaimanaan), dan aksiologi (kegunaan atau kemanfaatan).
Pada dasarnya filsafat komunikasi
memberikan pengetahuan tentang kedudukan Ilmu Komunikasi dari perspektif
epistemology:
1. Ontologis:
What It Is?
Ontologi berarti studi tentang arti
“ada” dan “berada”, tentang cirri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya
sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak (Suparlan: 2005). Ontolgi
sendiri berarti memahami hakikat jenis ilmu pengetahuan itu sendiri yang dalam
hal ini adalah Ilmu Komunikasi.
Ilmu komunikasi dipahami melalui
objek materi dan objek formal. Secara ontologism, Ilmu komunikasi sebagai objek
materi dipahami sebagai sesuatu yang monoteistik pada tingkat yang paling
abstrak atau yang paling tinggi sebagai sebuah kesatuan dan kesamaan sebagai
makhluk atau benda. Sementara objek forma melihat Ilmu Komunikasi sebagai suatu
sudut pandang (point of view), yang selanjutnya menentukan ruang lingkup studi
itu sendiri.
Contoh relevan aspek ontologis Ilmu
Komunikasi adalah sejarah ilmu Komunikasi, Founding Father, Teori Komunikasi,
Tradisi Ilmu Komunikasi, Komunikasi Manusia, dll.
1. Epistemologis:
How To Get?
Hakikat pribadi ilmu (Komunikasi)
yaitu berkaitan dengan pengetahuan mengenai pengetahuan ilmu (Komunikasi)
sendiri atau Theory of Knowledge. Persoalan utama epsitemologis Ilmu Komunikasi
adalah mengenai persoalan apa yang dapat ita ketahui dan bagaimana cara
mengetahuinya, “what can we know, and how do we know it?” (Lacey: 1976).
Menurut Lacey, hal-hal yang terkait meliputi “belief, understanding, reson,
judgement, sensation, imagination, supposing, guesting, learning, and
forgetting”.
Secara sederhana sebetulnya
perdebatan mengenai epistemology Ilmu Komunikasi sudah sejak kemunculan
Komunikasi sebagai ilmu. Perdebatan apakah Ilmu Komunikasi adalah sebuah ilmu
atau bukan sangat erat kaitannya dengan bagaimana proses penetapan suatu bidang
menjadi sebuah ilmu. Dilihat sejarahnya, maka Ilmu Komunikasi dikatakan sebagai
ilmu tidak terlepas dari ilmu-ilmu social yang terlebih dahulu ada. pengaruh
Sosiologi dan Psikologi sangat berkontribusi atas lahirnya ilmu ini. Bahkan
nama-nama seperti Laswell, Schramm, Hovland, Freud, sangat besar pengaruhnya
atas perkembangan keilmuan Komunikasi. Dan memang, Komunikasi ditelaah lebih jauh
menjadi sebuah ilmu baru oada abad ke-19 di daratan Amerika yang sangat erat
kaitannya dengan aspek aksiologis ilmu ini sendiri.
Contoh konkret epistemologis dalam
Ilmu Komunikasi dapat dilihat dari proses perkembangan kajian keilmuan
Komunikasi di Amerika (Lihat History of Communication, Griffin: 2002). Kajian
Komunikasi yang dipelajari untuk kepentingan manusia pada masa peperangan
semakin meneguhkan Komunikasi menjadi sebuah ilmu.
1. Aksiologis:
What For?
Hakikat individual ilmu pengetahuan
yang bersitaf etik terkait aspek kebermanfaat ilmu itu sendiri. Seperti yang
telah disinggung pada aspek epistemologis bahwa aspek aksiologis sangat terkait
dengan tujuan pragmatic filosofis yaitu azas kebermanfaatan dengan tujuan
kepentingan manusia itu sendiri. Perkembangan ilmu Komunikasi erat kaitannya
dengan kebutuhan manusia akan komunikasi.
Kebutuhan memengaruhi (persuasive),
retoris (public speaking), spreading of information, propaganda, adalah
sebagian kecil dari manfaat Ilmu Komunikasi. Secara pragmatis, aspek aksiologis
dari Ilmu Komunikasi terjawab seiring perkembangan kebutuhan manusia.
B.
Sejarah
Perkembangan Filsafat Komunikasi di Yunani
1. Masa
Demokrasi Klasik
Filsafat
komunikasi yang berkembang di Yunani berakar pada ajaran retorika. Perkembangan
retorika di Yunani berlangsung melalui tradisi komunikasi publik atau lebih
dikenal perkembangan debat. Istilah retorika dikenalkan pertama kali oleh
Georgiaas pada tahun 427 SM. Retorika di
Yunani berkembang melalui tradisi komunikasi publik yang dikenal dengan perkembangan
debat. Pelopornya adalah Protagoras.
2. Kaum
Sofis (The Sophist)
Empedokles
mengajarkan prinsip-prinsip retorika, yang kelak dibawa dan diperkenalkan oleh
Georgias. Georgias kemudian dalam retorikanya memberi penekanan pada dimensai
bahasa yang puitis dan teknik berbicara yang impromtu. Menurut Protagoras,
kemahiran berbicara titujukan untuk keindahan bahasa. Georgias dan Protagoras
berkeliling negeri ututk mengajarkan retorika dan mendirikan sekolah-sekolah
retorika. Protagoras bersama murid-muridnya telah memproklamasikan diri sebagai
kaum sophistai (atau sophist, guru kebijaksanaan).
Demosthenes
berhasil mengembangkan retorika dengan gaya yang jelas dan keras. Konsep
pidatonya menggabungkan narasi dengan argumentasi. Pada masa itu kaum sofis
menjadi populer. Akan tetapi banyak pihak yang mengkritik, termasuk Socrates.
Socrates kemudian mengembangkan teknik-teknik retorika untuk kebenaran dengan
teknik-teknik dialog. Bersama Plato, mereka mengembangakn teknik retorika
dengan adanya pengorganisian pesan dan gaya. Plato mulai meletakkan prinsip
dasar retorika dari teknik menjadi retorika ilmiah. Pandangan cerdas Plato
diteruskan oleh muridnya, Aristoteles. Bagi Aristoteles, retorika adalah eni
persuasi, suatu uraian yang harus singkat, jelas, dan meyakinkan dengan
keindahan bahasa yang disusun untuk segala sesuatu yang bersifat memperbaiaki (corrective), memerintah (instruktive), mendorong (suggestive), dan mempertahankan (defensive). Aristoteles juga menyebut 3
faktor yang dapat memengaruhi orator dalam meyakinkan pendengarnya, yaitu: ethos (kepercayaan), pathos (emosi), dan logos (pikiran). Kajian ilmiah retorika Aristoteles bersifat
sistematis dan komprehensif sehingga banyak dipelajari oleh bangsawan dan
negarawan Yunani.
3. Aliran
Socrates (The Socratic School)
Dipelopori
oleh Socrates dan Plato atas reaksinya terhadap kaum Sofis. Mereka menentang
kaun Sofis yang mengajarkan teknik untuk membangkitkan emosi dan merintangi
pembuatan keputusan rasional. Pendekatan Socrates menekankan peraturan dan
keterampilan berkomunikasi dengan keharusan mengembangkan dan menerapkan akal
pikiran. Kaum sofis mempertahankan teknik berbicara di depan publik tanpa
hambatan, sedangkan pendekatan Socrates menekankan peraturan dan keterampilan
berkomunikasi dengan keharusan mengembangkan dan menerapkan akal pikiran.
C.
Sejarah
Perkembangan Filsafat komunikasi di Romawi
Selama
200 tahun ajaran Aristoteles berpengaruh di Romawi tanpa adanya penambahan.
Pada tahun 100 SM, lahir buku Ad
Herrenium yang mensistemasikan retorika gaya Yunani ke dalam cara-cara
Romawi. Orang-orang Romawi hanya mengambil segi-segi praktisnya saja dari
retorika Yunani. Orang-orang yang terkenal pada masa itu adalah Antonius,
Crassus, Rufus, dan Hortensius. Hortensius mengembangkan retorika dengan
mempelajari gerakan-gerakan dalam berpidato dan cara penyampaiannya.
Menurut
Cicero, efek pidato akan baik bila orator adalah orang yang baik. Prinsip
tersebut dikenal dengan istilah The good
man speaks well. Menurut Cicero, sistemaktika retorika mencakup dua tujuan
pokok, yaitu tujuan yang bersifat suasio
(anjuran) dan dissuaasio (penolakan) , sedangkan
daua tahapan retorika ggayanya adalah tahap investio
(pencarian bahan) dan tahap ordo
collocatio (penyusunan pidato).
Sampai
tahun 500 M, retorika di Yunani dan Romawi didominasi oleh negarawan, politisi,
dan bangsawan. Pada tahun ini, retorika mulai mengalami kemunduran. Banyak
kaisar yang tidak senang dengan orang-orang yang pandai bicara. Abad ini
dikenal juga dengan abad kegelapan. Bagi agama Kristen, retorika dianggap
kesenian kafir dan jahiliyah, sehingga dilarang untuk dipelajari.
D.
Sejarah
Perkembangan Filsafat Komunikasi di Eropa
Perkembangan filsafat komunikasi di
wilayah Eropa bermula dari Zeitungskunde
sebagai bidang kajian di Universitas Bazeel, Swiss. Zeitungskunde diajarkan oleh Karl Bucher. Jasa Karl Bucher:
Pada
tahun 1910 Max Weber di Konferensi Sosiologis memperkenalkan pendekatan
sosiologis “Soziologie des
Zeitungwesens”. Menurut Weber, persoalan modal sanga penting bagi kelembagaan
suratkabar, bukan saja menyangkut kebijaksanaan redaksional. Publisistik merupakan
perkembangan dari zeitungswissenchaft. Publisistik
mengajarkan bahwa setiap pernyataan kepada umum menciptakan suatu hubungan
rohaniah antara publisher dengan khalayak. Literatur Jerman yang bermutu
mengenai ilmu komunikasai pada fase zeitungskunde
dan zeitungswissenchaft
diantaranya:
1. Karl
Bucher, Gesammelte aufsatze zeitungskunde
Tubingen
2. Max
Weber, Soziologie des zeitungswesens
3. Erich
Evert, Zeitungskunde und universtat jena
4. Emil
Dovifat, Wege un anjurand ziele der zeitungswissenschaftlichen arbeit Berlin
5. Otto Groth, die zeitung Mannheim
Perkembanagan
publisistik selanjutnya ditandai dengan bangkitnya perhatian terhadap masalah
retorika, radio, TV, film. Pada zaman Romawi sudah mulai berkembang proses
pernyataan melalui media, namun belum dapat dinilai sebagai ilmu.
E.
Sejarah
Perkembangan Filsafat Komunikasi di Amerika
Sejarah
perkembangan ilmu komunikasi di Amerika sangat dipengaruhi oleh aliran
interaksi simbolik di bawah pengaruh filsafat pragmatisme, yang memiliki
penekanan pada pembahasan sikap dan kepribadian yang menitikberatkan pada diri
dan kepribadian.
Perkembangan
filsafat komunikasi di Amerika Serikat dapat menelusuri sejarah pertumbuhan
jurnalisme dan retorika di Amerika, antara lain terdapat empat fase:
Fase
Benjamin Franklin
|
Perkembangan
jurnalisme sebagai seni. Penelitian jurnalistik & pendokumentasian belum dilakukan
secara ilmiah
|
Fase
Robert Lee
|
Memprakarsai
pendidikan jurnalistik di Washington
College, universitas Missouri, kansas & Pennsylvania
|
Fase
Harold Lasswell
|
Dibuat
Propaganda Technique: The word War. Lasswell
menganalisis isi media dengan metode sistematik dan ilmiah. Sumbangan paling
besarnya adalah metodologi
|
Fase
Willbur Schramm
|
Studi
komunikasi secara interdisipliner. Merintis penelitian efek media terhadap pendidikan,
pembangaunan nasional, komunikasi satelit, dan pedesaan.
|
Robert
Bierstedt memasukkan jurnalistik sebagai ilmu, yaitu ilmu terapan. Selain
menyiarkan pemberitaan, radio dan televisi juga menyiarkan produk-produk siaran
lainnya. Maka journalism berkembang
menjadi mass communication.
Dalam
perkembangan selanjutnya, mass
communication dianggap tidak lagi tepat karen tidak merupakan proses
komunikasi yang menyeluruh. Di Amerika Serikat muncul communication science atau kadang-kadang dinamakan juga communicology¸ yaitu ilmu yang
mempelajari gejala-gejala sosial sebagai akibat dari proses komunikasi massa,
komunikasi kelompok, dan komunikasi anterpersona.
Kebutuhan
orang-orang Amerika akan science of
communication tampak sejak tahun 1940-an, pada waktu seorang sarjana Carl.
I Hovland menampilkan definisinya mengenai ilmu komunikasi. Hovland
mendefinisikan science of communication sebagai:
“a systematic attemp to formulate in
rigorous fashion the principles by which information is transmitted and
opinions and attitudes are formed”.
Komunikasi
muncul sebagai disiplin akademis tersendiri pada akhir 1940 an, yang ditandai
dengan pembentukan Institut Penelitian Komunikasi (Institute of Communication Research) di Universitas Illinois pada
tahun 1948 yang dipimpin oleh salah satu pakar dan perintis ilmu komunikasi
terkemuka, Wilbur Schramm.
F.
Sejarah
Perkembangan Filsafat Komunikasi Perspektif Islam
Perkembanganfif
filsafat komunikasi dalam perspektif ajaran Islam dirujuk keberadaannya pada
Al-quran dan Al-hadist. Didalamnya terkandung sejumlah prinsip yang mengatur
berbagai kajian aspek mengenai komunikasi. Pada tahun ke-6 di Timur Tengah
berkembang agama Islam. Nabi Muhammas saw sebagai utusan Allah telahs berhasil
membawa perubahan hidup manusia melalui firman-firman Allah saw yang ia
sampaikan. Nabi Muhammad berhasil membawa perubahan kebidupan manusia pada saat
itu kepada kehidupan yang penuh hukum, aturan, dan tatanan bermasyarakat.
Retorikanya begitu menyentuh hati, kata-katanya lantang dan tegas, serta
wajahnya mengekspresikan ketegasan. Nabi Muhammad saw tidak pernah mempelajari
retorika dari Georgias, Arietoteles, atau Cicero. Ia mempelajari retorika
melalui bimbingan wahyu dan ia menganjurkan kepada para pengikutnya untuk
mengajak manusia pada kebenaran dengan prinsip-prinsip qaulan syadidan, qaulan balighan, qaulan masyuran, qaulan layyinan,
qaulan kariman.
G. Perspektif
Perkembangan Ilmu Komunikasi
Menurut Fisher, ada 4 perspektif perkembangan ilmu
komunikasi,
(1)
Perspektif
mekanistis
Menurut Descartes, manusia
terdiri dari dua macam zat yaitu zat yang dapat berpikir dan zat yang mempunyai
luas. Diawali sejak zaman Aristoteles yang mengatakan unsur retorika terdiri
dari ethos, pathos, dan logos.
(2)
Perspektif
psikologis
Wilhelm Wundt mengatakan
“dalam kelangsungan pemikiran itu dapat terjadi proses-proses sosial, dimana
hubungan erat dua atau tanggapan menyebabkan terseretnya tanggapan yang satu
oleh yang lain di dalam pemikiran manusia. Menurut John Stuard Mill, psikologi
merupakan pengetahuan dasar bagi filsafat. Konsep-konsep ini dipakai dalam ilmu
komunikasi, yang terkenal dengan teori kepribadian dengan konsep id, ego, dan
superego (Sigmund Freud)
(3)
Perspektif
interaksional. George Herbert Mead mengatakan bahawa pikiran mengartikan dan
menafsirkan benda-benda dan peristiwa yang dialaminya, menerangkan asal mula
dan meramalkannya.
(4)
Perspektif
Pragmatis. Post-positivisme dipengaruhi oleh (1) Materialisme: Feurbach – Karl Marx;
(2) Fenomenologis : Husserl – Scheler. Pejarah perkembangan filsafat diawali
pada renaissance.
H. Sejarah Perkembangan Ilmu Komunikasi di Indonesia
Ilmu
Komunikasi berawal dari dekade 40-an ketika Amerika menghadapi propaganda dalam
rangka menghadapi peperangan. Ilmu komunikasi merupakan ilmu pengetahuan yang
tergolong muda. Sekalipun pada sisi yang lain, sejarah perkembangan ilmu
komunikasi sudah tua sejak masa Yunani dan baru dirumuskan dalam era modern
sebagai ilmu baru sejak dekade PD II. Ilmu publistik merupakan sebutan awal
bagi ilmu komunikasi. Ilmu komunikasi lahir di Amerika dan berkembang di Eropa,
khususnya Jerman.
Berikut sejumlah figur dalam ilmu komunikasi seperti Paul F. Lazarfeld, Wilbur Schramm, Harold Lasswell, Walter Lippmann, Bernard Berelson, Carl Hovland, Elihu Katz, Daniel Lerner, David K. Berlo, Shannon, Mc Comb, George G. Gebner, dan sebagainya.
Berikut sejumlah figur dalam ilmu komunikasi seperti Paul F. Lazarfeld, Wilbur Schramm, Harold Lasswell, Walter Lippmann, Bernard Berelson, Carl Hovland, Elihu Katz, Daniel Lerner, David K. Berlo, Shannon, Mc Comb, George G. Gebner, dan sebagainya.
Selain
tokoh-tokoh komunikasi barat, di Indonesia terdapat sejumlah figur penting
dalam bidang Ilmu Komunikasi seperti M. Alwi Dahlan, Astrid Susanto Sunario,
Andi Muis, Jalaludin Rahmat, Ashadi Siregar, Anwar Arifin, Hafid Changara, Dedy
N. Hidayat, Marwah Daud Ibrahim, Onong Efendi Uchayana, dan sebagainya.
Karya-karya mereka telah memberi warna bagi eksistensi kajian ilmu komunikasi
di Indonesia.
Di
Indonesia, aktivitas ilmiah dalam kajian komunikasi dapat dilihat melalui
kegiatan yang diadakan oleh kampus atau lembaga pemerintahan lainnya. Bahkan
tampak pula kemunculan lembaga baru humas yaitu Public Relation Society of
Indonesia. Tampaknya institusi semacam ini yang terlihat melakukan aktivitas
ilmiah dalam kajian komunikasi. Selain itu, ada juga kajian komunikasi melalui
lembaga LSM seperti Media Watch seperti ISAI, LSPP, LKM, dan sebagainya.
Di Indonesia, ilmu komunikasi yang kita kaji sekarang merupakan hasil dari suatu proses perkembangan yang panjang. Status ilmu komunikasi di Indonesia diperoleh melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 107/82 Tahun 1982. Keppres itu yang kemudian membawa penyeragaman nama dari ilmu yang dikembangkan di Indonesia, termasuk ilmu komunikasi. Sebelumnya dibeberapa universitas, terdapat beberapa nama yang berbeda, seperti di Universitas Padjadjaran Bandung dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang menggunakan nama Publisistik, serta Universitas Indonesia yang merubah nama Publisistik menjadi Ilmu Komunikasi Massa.
Di Indonesia, ilmu komunikasi yang kita kaji sekarang merupakan hasil dari suatu proses perkembangan yang panjang. Status ilmu komunikasi di Indonesia diperoleh melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 107/82 Tahun 1982. Keppres itu yang kemudian membawa penyeragaman nama dari ilmu yang dikembangkan di Indonesia, termasuk ilmu komunikasi. Sebelumnya dibeberapa universitas, terdapat beberapa nama yang berbeda, seperti di Universitas Padjadjaran Bandung dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang menggunakan nama Publisistik, serta Universitas Indonesia yang merubah nama Publisistik menjadi Ilmu Komunikasi Massa.
Kajian
terhadap ilmu komunikasi sendiri dimulai dengan nama Publisistik dengan
dibukanya jurusan Publisistik pada Fakultas Sosial dan Politik Universitas
Gajah Mada pada tahun 1950, Akademi Penerangan pada tahun 1956, Perguruan Tinggi
Publisistik Jakarta pada tahun 1953, dan pada Fakultas Hukum dan Ilmu
Pengetahuan Masyarakat Universitas Indonesia pada tahun 1959. Nama Ilmu
Komunikasi Massa dan Ilmu Komunikasi sendiri baru muncul dalam berbagai diskusi
dan seminar pada awal tahun 1970-an.
Beberapa
nama tokoh yang berjasa dalam mengembangkan ilmu komunikasi antara lain, Drs
Marbangun, Sundoro, Prof. Sujono Hadinoto, Adinegoro dan Prof. Dr. Mustopo.
Kemudian ditambah lagi pakar komunikasi Astrid S. Susanti dan Alwi Dahlan
(keduanya dari luar negeri, Astrid dari Jerman dan Alwi dari Amerika).
Daftar Pustaka
Effendy, O. U . 2003. Teori, Ilmu, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti
Muhadjir, Noeng. 1998. Filsafat Ilmu: Telaah Sitematis Fungsional Komparatif. Yogyakarta:
Rake Sarasin
Mulyana, D. 2004. Ilmu
Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Rakhmat, J. 2000. Psikologi
Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Syam,
Nina W. 2010. Filasafat sebagai Akar Ilmu
Komunikasi.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media
No comments:
Post a Comment