Wednesday, 14 November 2012

IKLAN DAN POLITIK


A.    Sejarah
Keberhasilan yang dirasakan iklan pasca-perang kapitalisme konsumen (dimungkinkan oleh kemajuan televisi) secara langsung menggiring hipotesis bahwa strategi persuasi dapat diterapkan pada proses politik. Pada tahun 1950-an di Amerika Serikat terdapat sekitar 19 juta set televisi. Eksekutif periklanan Rooser Reeves, penemu konsep pemasaran "Unique Selling Proposition" (USP) bertanggung jawab atas kampanye slogan terkenal untuk "M & Ms melt in your mouth, not in your hand", memprakarsai pandangan bahwa jika “titik” komersil bisa menjual produk, dapat juga menjual politisi.
Tentunya terdapat hal signifikan yang membedakan iklan politik dengan iklan komersial. Namun, Rosser Reeves mengatakan bahwa iklan komersial seringkali diterapkan pula kepada para politisi. Seperti tercatat dalam Bab 2 politik telah menjadi sebuah proses di mana melalui media massa "konsumen" disajikan dengan berbagai politik dari mana mereka harus memilih, untuk lebih baik atau buruk. Seperti yang diutarakan Nimmo dan Felsberg, "kandidat politik harus sering menawarkan diri sebagai merek yang berbeda dari produk yang sama.
Pilihan ini adalah diciptakan, terlebih, mengandung bukan hanya "nilai guna" (partai politik A akan menjalankan negara secara efisien), tetapi pertukaran atau tanda-nilai (politik A berarti ini sebagai lawan partai politik B, yang berarti sesuatu yang bermacam-macam). Dalam proses memberikan makna pada politisi, pengiklan telah mengerahkan seluruh teknik komersial mereka, termasuk pula mengiklankan dirinya.
B.     Pengertian Komunikasi Politik
Definisi komunikasi politik juga terdapat keberagaman. Misal, Dan Nimmo mendefinisi komunikasi politik sebagai kegiatan komunikasi yang berdasarkan konsekuensi-konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia di dalam kondisi-kondisi konflik. Definisi ini menggunakan pendekatan konflik, dan biasanya meliputi hubungan antar partai politik, antar pemerintah atau antar bangsa yang berhubungan dengan bidang politik. Roelofs (dalam Sumarno & Suhandi, 1993) mendefinisikan komunikasi politik sebagai komunikasi yang materi pesan-pesan berisi politik yang mencakup masalah kekuasaan dan penempatan pada lembaga-lembaga kekuasaan (lembaga otoritatif). Secara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah.
C.     Pengertian Iklan
Kata iklan sendiri berasal dari bahasa yunani, yang artinya adalah upaya menggiring orang pada gagasan. Adapun pengertian secara komprehensif atau luas adalah semua bentuk aktifitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang ataupun jasa secara nonpersonal melalui media yang dibayar oleh sponsor tertentu. Iklan adalah setiap bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk memotivasi seseorang pembeli potensial dan mempromosikan penjual suatu produk atau jasa, untuk mempengaruhi pendapat publik, memenangkan dukungan publik untuk berpikir atau bertindak sesuai dengan keinginan si pemasang iklan.
Menurut pakar periklanan dari Amerika, S. William Pattis iklan adalah setiap bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk memotivasi dan mempromosikan produk dan jasa kepada seseorang atau pembeli yang potensial. Tujuannya adalah mempengaruhi calon konsumen untuk berfikir dan bertindak sesuai dengan keinginan si pemasang iklan. Pengertian lainnya, iklan adalah seni menyampaikan apa yang ditawarkan atau dijual untuk mendapatkan perhatian dan menempatkan produk secara unik kedalam pikiran konsumen dengan alat bantu. Iklan dapat digunakan untuk membangun citra jangka panjang untuk suatu produk atau sebagai pemicu penjualan-penjualan cepat. Disadari atau tidak, iklan dapat berpengaruh tetapi juga dapat berlalu begitu cepat. Iklan sangat unik karena iklan dapat mencapai tujuan meskipun disampaikan dengan panjang lebar dan terkadang membingungkan. Karena kita membayar iklan maka kita dapat memilih media yang sesuai untuk pemasangan atau penayangan iklan, sehingga pesan di dalamnya dapat sampai pada kelompok sasaran yang dituju.
 D. Pengertian iklan politik
Semua bentuk aktifitas untuk menghadirkan dan mempromosikan individu maupun partai mereka, secara nonpersonal melalui media yang dibayar oleh sponsor tertentu, berisikan muatan-muatan politik, seperti berisikan profil pribadi tokoh elit partai tersebut yang nantinya akan membangun minat pilih masyarakat akan diberikan kepada calon tersebut yang lebih dikenal masyarakat sehingga nantinya suara atau hak pilih masyarakat terebut diberikan kepada orang yang sering melihat iklan tersebut. Kepercayaan individu kaepada calon anggota legislatif maupun kepada partai akan tercipta sehingga hak pilih orang tersebut akan diberikan dengan sendirinya.
E.     Etika Komunikasi dan Proses Demokrasi Rasional
 
Dalam politik, banyak perhatian tentang etika tertuju dalam ketaatan kepada kepercayaan klasik pada rasionalitas manusia dan proses demokrasi yang ideal (Kelley, 1960; Regan, 1986).  Franklyn Haiman (1958) berargumen  bahwa komunikasi harusnya mendorong kemampuan manusia untuk beralasan secara logis, sebuah perspektif yang jernih dan konsisten dengan anggapan kelley bahwa tujuan dari semua komunikasi politik adalah menciptakan ”pemilih yg terinformasikan”. Jika pemilih akan mengambil keputusan rasional tentang pemimpin dan isu-isu kebijakan, mereka harus mendapatkan akses informasi yang benar dan akurat, tidak ambigu, tidak terbayangi dengan emosi, yang mana akhirnya akan menguatkan, bukan melemahkan, dalam proses pengambilan keputusan.
Menggarisbawahi tentang komponen dari etika komunikasi politik, Pares i Maicas, sarjana spanyol (1995) mengatakan bahwa ketika komunikasi politik mengambil bentuk iklan atau propaganda, ini menyebabkan sebuah krisis etika karena pencarian akan kebenaran adalah tujuan nyata terakhir dalam politik. Untuk banyak pengamat politik, komunikasi politik dalam iklan-iklan politik secara melekat tidak mampu mencapai ujian yang perlu dalam komunikasi yaitu untuk menciptakan pengambilan keputusan yang baik. Iklan-iklan politik memberikan kepada America sebuah pilihan antara  yang buruk, mendistorsi dan merendahkan debat, meningkatkan biaya kampanye dan mengarahkan pemilih kepada polling (Bored to Bone, Curtis Gane, 1996, 40)

F.     Iklan Politik di Indonesia
Selama masa kampanye Pemilu 2004 media massa cetak dan elektronik sering dimanfaatkan Parpol serta calon presiden dan calon wakil presiden sebagai alat penyampaian pesan-pesan politik. Salah satu media penyampaian pesan-pesan politik itu adalah iklan yang sering disebut iklan politik. Namun, menurut pengamatan Ibnu Hamad, Direktur Institute for Democracy and Communication Research, iklan-iklan tersebut banyak yang tidak mengandung unsur pendidikan politik bagi masyarakat karena hanya berisi ajakan memilih Parpol yang bersangkutan tanpa memberikan informasi dan argumentasi obyektif mengenai alasan-alasannya. Selain kurang mengandung unsur pendidikan politik, iklan-iklan politik dalam media massa yang disajikan selama masa kampanye Pemilu 2004 juga ada beberapa yang dianggap melanggar norma-norma hukum dan Etika Periklanan. Akibatnya, iklan-iklan tersebut mendapatkan protes dari sejumlah lembaga dan kelompok masyarakat karena dianggap sebagai pembodohan. Pembodohan dan penyesatan yang dimaksud adalah fakta bahwa materi iklan yang disampaikan hanya memuat pendiktean kepada calon pemilih agar mencoblos tanda gambar Parpol tertentu, tanpa memberikan informasi apapun tentang Parpol yang bersangkutan. Pengajuan somasi tersebut menurut koalisi didasarkan pada semangat untuk mentaati UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan UU No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman. Selain itu, kelompok yang menamakan diri Masyarakat Profesional Madani juga melaporkan kepada pihak Panwaslu atas tindak pelanggaran yang dilakukan Metro TV karena menayangkan iklan politik ‘Moncong Putih’ pada hari tenang menjelang Pemilu 2004.
Untuk meningkatkan efek positif iklan politik kepada praktisi periklanan dan praktisi media disarankan lebih meningkatkan profesionalisme dalam pembuatan dan penyajian iklan politik dalam media massa dengan memperhatikan isi pesan, etika perikalanan, dan fungsi iklan dalam setiap tahapan kampanye. Apabila dipandang perlu, kepada Parpol peserta Pemilu yang akan datang selain melakukan kontrol kualitas juga disarankan menggunakan teknik dan strategi penyajian iklan yang lebih tepat sehingga iklan politik yang dipasangnya dalam media massa dapat berfungsi efektif sebagai alat mencari dukungan masyarakat yang lebih luas.


Sumber :
McNair, Brian. An Itroduction to Political Communication(Third edition)

No comments:

Post a Comment