A. Sejarah
Keberhasilan
yang dirasakan iklan pasca-perang kapitalisme konsumen (dimungkinkan oleh
kemajuan televisi) secara langsung menggiring hipotesis bahwa strategi persuasi
dapat diterapkan pada proses politik. Pada tahun 1950-an di Amerika Serikat
terdapat sekitar 19 juta set televisi. Eksekutif periklanan Rooser Reeves,
penemu konsep pemasaran "Unique Selling Proposition" (USP)
bertanggung jawab atas kampanye slogan terkenal untuk "M & Ms melt in
your mouth, not in your hand", memprakarsai pandangan bahwa jika “titik”
komersil bisa menjual produk, dapat juga menjual politisi.
Tentunya
terdapat hal signifikan yang membedakan iklan politik dengan iklan komersial.
Namun, Rosser Reeves mengatakan bahwa iklan komersial seringkali diterapkan pula
kepada para politisi. Seperti tercatat dalam Bab 2 politik telah menjadi sebuah
proses di mana melalui media massa "konsumen" disajikan dengan
berbagai politik dari mana mereka harus memilih, untuk lebih baik atau buruk.
Seperti yang diutarakan Nimmo dan Felsberg, "kandidat politik harus sering
menawarkan diri sebagai merek yang berbeda dari produk yang sama.
Pilihan
ini adalah diciptakan, terlebih, mengandung bukan hanya "nilai guna"
(partai politik A akan menjalankan negara secara efisien), tetapi pertukaran
atau tanda-nilai (politik A berarti ini sebagai lawan partai politik B, yang
berarti sesuatu yang bermacam-macam). Dalam proses memberikan makna pada
politisi, pengiklan telah mengerahkan seluruh teknik komersial mereka, termasuk
pula mengiklankan dirinya.
B. Pengertian Komunikasi Politik
Definisi
komunikasi politik juga terdapat keberagaman. Misal, Dan Nimmo mendefinisi
komunikasi politik sebagai kegiatan komunikasi yang berdasarkan
konsekuensi-konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan
manusia di dalam kondisi-kondisi konflik. Definisi ini menggunakan pendekatan
konflik, dan biasanya meliputi hubungan antar partai politik, antar pemerintah
atau antar bangsa yang berhubungan dengan bidang politik. Roelofs (dalam
Sumarno & Suhandi, 1993) mendefinisikan komunikasi politik sebagai
komunikasi yang materi pesan-pesan berisi politik yang mencakup masalah
kekuasaan dan penempatan pada lembaga-lembaga kekuasaan (lembaga otoritatif).
Secara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah
komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan
dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah.
C. Pengertian Iklan
Kata
iklan sendiri berasal dari bahasa yunani, yang artinya adalah upaya menggiring
orang pada gagasan. Adapun pengertian secara komprehensif atau luas adalah
semua bentuk aktifitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang ataupun
jasa secara nonpersonal melalui media yang dibayar oleh sponsor tertentu. Iklan
adalah setiap bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk memotivasi seseorang
pembeli potensial dan mempromosikan penjual suatu produk atau jasa, untuk
mempengaruhi pendapat publik, memenangkan dukungan publik untuk berpikir atau
bertindak sesuai dengan keinginan si pemasang iklan.
Menurut pakar periklanan dari Amerika, S. William Pattis iklan adalah setiap bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk memotivasi dan mempromosikan produk dan jasa kepada seseorang atau pembeli yang potensial. Tujuannya adalah mempengaruhi calon konsumen untuk berfikir dan bertindak sesuai dengan keinginan si pemasang iklan. Pengertian lainnya, iklan adalah seni menyampaikan apa yang ditawarkan atau dijual untuk mendapatkan perhatian dan menempatkan produk secara unik kedalam pikiran konsumen dengan alat bantu. Iklan dapat digunakan untuk membangun citra jangka panjang untuk suatu produk atau sebagai pemicu penjualan-penjualan cepat. Disadari atau tidak, iklan dapat berpengaruh tetapi juga dapat berlalu begitu cepat. Iklan sangat unik karena iklan dapat mencapai tujuan meskipun disampaikan dengan panjang lebar dan terkadang membingungkan. Karena kita membayar iklan maka kita dapat memilih media yang sesuai untuk pemasangan atau penayangan iklan, sehingga pesan di dalamnya dapat sampai pada kelompok sasaran yang dituju.
Menurut pakar periklanan dari Amerika, S. William Pattis iklan adalah setiap bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk memotivasi dan mempromosikan produk dan jasa kepada seseorang atau pembeli yang potensial. Tujuannya adalah mempengaruhi calon konsumen untuk berfikir dan bertindak sesuai dengan keinginan si pemasang iklan. Pengertian lainnya, iklan adalah seni menyampaikan apa yang ditawarkan atau dijual untuk mendapatkan perhatian dan menempatkan produk secara unik kedalam pikiran konsumen dengan alat bantu. Iklan dapat digunakan untuk membangun citra jangka panjang untuk suatu produk atau sebagai pemicu penjualan-penjualan cepat. Disadari atau tidak, iklan dapat berpengaruh tetapi juga dapat berlalu begitu cepat. Iklan sangat unik karena iklan dapat mencapai tujuan meskipun disampaikan dengan panjang lebar dan terkadang membingungkan. Karena kita membayar iklan maka kita dapat memilih media yang sesuai untuk pemasangan atau penayangan iklan, sehingga pesan di dalamnya dapat sampai pada kelompok sasaran yang dituju.
D. Pengertian
iklan politik
Semua
bentuk aktifitas untuk menghadirkan dan mempromosikan individu maupun partai
mereka, secara nonpersonal melalui media yang dibayar oleh sponsor tertentu, berisikan
muatan-muatan politik, seperti berisikan profil pribadi tokoh elit partai
tersebut yang nantinya akan membangun minat pilih masyarakat akan diberikan
kepada calon tersebut yang lebih dikenal masyarakat sehingga nantinya suara
atau hak pilih masyarakat terebut diberikan kepada orang yang sering melihat
iklan tersebut. Kepercayaan individu kaepada calon anggota legislatif maupun
kepada partai akan tercipta sehingga hak pilih orang tersebut akan diberikan
dengan sendirinya.
E. Etika Komunikasi dan Proses Demokrasi
Rasional
Dalam politik,
banyak perhatian tentang etika tertuju dalam ketaatan kepada kepercayaan klasik
pada rasionalitas manusia dan proses demokrasi yang ideal (Kelley, 1960; Regan,
1986). Franklyn Haiman (1958)
berargumen bahwa komunikasi harusnya
mendorong kemampuan manusia untuk beralasan secara logis, sebuah perspektif
yang jernih dan konsisten dengan anggapan kelley bahwa tujuan dari semua
komunikasi politik adalah menciptakan ”pemilih yg terinformasikan”. Jika
pemilih akan mengambil keputusan rasional tentang pemimpin dan isu-isu
kebijakan, mereka harus mendapatkan akses informasi yang benar dan akurat,
tidak ambigu, tidak terbayangi dengan emosi, yang mana akhirnya akan
menguatkan, bukan melemahkan, dalam proses pengambilan keputusan.
Menggarisbawahi
tentang komponen dari etika komunikasi politik, Pares i Maicas, sarjana spanyol
(1995) mengatakan bahwa ketika komunikasi politik mengambil bentuk iklan atau
propaganda, ini menyebabkan sebuah krisis etika karena pencarian akan kebenaran
adalah tujuan nyata terakhir dalam politik. Untuk banyak pengamat politik,
komunikasi politik dalam iklan-iklan politik secara melekat tidak mampu
mencapai ujian yang perlu dalam komunikasi yaitu untuk menciptakan pengambilan
keputusan yang baik. Iklan-iklan politik memberikan kepada America sebuah
pilihan antara yang buruk, mendistorsi
dan merendahkan debat, meningkatkan biaya kampanye dan mengarahkan pemilih
kepada polling (Bored to Bone, Curtis Gane, 1996, 40)
F.
Iklan Politik
di Indonesia
Selama
masa kampanye Pemilu 2004 media massa cetak dan elektronik sering dimanfaatkan
Parpol serta calon presiden dan calon wakil presiden sebagai alat penyampaian
pesan-pesan politik. Salah satu media penyampaian pesan-pesan politik itu
adalah iklan yang sering disebut iklan politik. Namun, menurut pengamatan Ibnu
Hamad, Direktur Institute for Democracy and Communication Research, iklan-iklan
tersebut banyak yang tidak mengandung unsur pendidikan politik bagi masyarakat
karena hanya berisi ajakan memilih Parpol yang bersangkutan tanpa memberikan
informasi dan argumentasi obyektif mengenai alasan-alasannya. Selain kurang
mengandung unsur pendidikan politik, iklan-iklan politik dalam media massa yang
disajikan selama masa kampanye Pemilu 2004 juga ada beberapa yang dianggap
melanggar norma-norma hukum dan Etika Periklanan. Akibatnya, iklan-iklan
tersebut mendapatkan protes dari sejumlah lembaga dan kelompok masyarakat
karena dianggap sebagai pembodohan. Pembodohan dan penyesatan yang dimaksud
adalah fakta bahwa materi iklan yang disampaikan hanya memuat pendiktean kepada
calon pemilih agar mencoblos tanda gambar Parpol tertentu, tanpa memberikan
informasi apapun tentang Parpol yang bersangkutan. Pengajuan somasi tersebut
menurut koalisi didasarkan pada semangat untuk mentaati UU No. 32 Tahun 2002
tentang Penyiaran, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan UU
No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman. Selain itu, kelompok yang menamakan diri
Masyarakat Profesional Madani juga melaporkan kepada pihak Panwaslu atas tindak
pelanggaran yang dilakukan Metro TV karena menayangkan iklan politik ‘Moncong Putih’
pada hari tenang menjelang Pemilu 2004.
Untuk meningkatkan efek positif iklan
politik kepada praktisi periklanan dan praktisi media disarankan lebih meningkatkan
profesionalisme dalam pembuatan dan penyajian iklan politik dalam media massa
dengan memperhatikan isi pesan, etika perikalanan, dan fungsi iklan dalam
setiap tahapan kampanye. Apabila dipandang perlu, kepada Parpol peserta Pemilu
yang akan datang selain melakukan kontrol kualitas juga disarankan menggunakan
teknik dan strategi penyajian iklan yang lebih tepat sehingga iklan politik
yang dipasangnya dalam media massa dapat berfungsi efektif sebagai alat mencari
dukungan masyarakat yang lebih luas.
Sumber :
McNair, Brian. An Itroduction to
Political Communication(Third edition)
Jurnal harian Arif
Mustofa C, S.Ikom dalam http://ariefmustofa.blogspot.com/2009/07/pengaruh-pemasangan-iklan-politik-luar.html
No comments:
Post a Comment