Thursday, 18 October 2012

Galau Departemen =D


Refleksi
Pengantar Ilmu Jurnalistik, itulah salah satu mata kuliah yang saya dapatkan di semerter 2 sebelum memilih konsentrasi pada semester berikutnya. Pengantar Ilmu Jurnalistik (P.I.J) merupakan mata kuliah yang diberikan bagi seluruh mahasiswa Ilmu Komunikasi sebelum memilih konsentrasi di bidang jurnalistik, public relations, atau manajemen komunikasi di semester tiga. Mata kuliah atau yang sering teman-teman singkat matkul ini merupakan titik awal pemberian materi mengenai ilmu jurnalistik. Matkul P.I.J memberikan pelajaran mengenai dunia media dan kewartawanan. Banyak hal yang dapat diambil dalam mata kuliah ini. Selain diberikan ilmu, kami sebagai mahasiswa yang belum pernah tahu menahu tentang dunia jurnalistik diajarkan pula kedisiplinan dan nilai-nilai kehidupan yang mungkin tidak didapat pada matkul lain. Misalnya, belajar disiplin terhadap waktu dengan cara mengumpulkan tugas pada waktunya, mengecek absen untuk malatih kejujuran, dan cerita para jurnalis yang dapat memperbaiki moral kita sebagai mahasiswa ilmu komunikasi, baik yang ingin melanjutkan ke konsentrasi jurnalistik ataupun tidak. Tugas yang diberikan para dosen P.I.J pun beragam, dinamis, dan cukup melatih kita setidaknya untuk mengenal begitulah gambaran kegiatan para jurnalis sebenarnya. Dosen P.I.J sangat komunikatif sehingga saya sangat memahami ilmu yang disampaikan. Cerita moral dan pelajaran bagi para pelanggar menjadi nilai plus tersendiri bagi para professional ini. Sejak pertemuan pertama mata kuliah ini, saya sudah mengira bahwa sistem pengajarannya sangat terstruktur, terencana, dan terealisasikan dengan baik. Terbukti, pada pertemuan pertama, saya sudah diberi tahu materi apa saja yang akan saya dapatkan pada semester ini. 
Tugas yang diberikan pada mata kuliah P.I.J sangat beragam. Bentuknya pun tidak melulu yang “itu-itu saja”. Contohnya tugas menganalis jenis berita. Kami diberi tugas mengkategorikannya. Dengan tugas yang diberikan, mau tidak mau saya membeli koran setiap hari selama satu minggu lalu saya baca. Tentu saja setelah diberi tugas, saya jadi mengenal bentuk-bentuk karya jurnalistik. Tidak hanya itu, ternyata ada manfaat lain dari tugas yang diberikan. Sedikit demi sediikit saya menyadari betapa banyak informasi yang dapat saya ketahui dari oran. Sejak saat itu, saya mulai terbiasa membaca koran Sepertinya ada yang mengganjal jika melewatkan informasi sehari saja. Masih teringat dalam ingatan saat dosen memberikan tugas UTS dengan skenario yang baik. Saya sempat membayangkan berapa nilai yang akan saya dapat jika saat itu dilaksanakan UTS mendadak. Ternyata itu hanya sandiwara yang sukses mengerjai para mahasiswa.
Tugas akhir yang diberikan pada semerter ini adalah pembuatan tabloid. Kelompok saya mengambil genre pariwisata dengan judul tabloid “Peta”, Petunjuk Pariwisata. Getting, itulah kata yang biasa saya dengar dari para senior jurnalistik yang akan mencari berita. Getting yang saya bersama tim lakukan diantaranya ke Taman Hutan Raya Ir. Djuanda di kawasan Dago dan Kampung Adat Cirendeu di Kota Cimahi. Getting pertama yang saya lakukan di Taman Hutan Raya (Tahura) merupakan pengalaman yang mungkin tidak akan bisa saya lupakan. Saya harus berjalan lebih dari lima kilometer untuk mencapai lokasi air terjun dari gua yang menjadi destinasi getting sebelumnya. Kami harus menumpang bakter untuk kembali keluar dari lokasi karena hari sudah mulai petang dan sudah tidak ada kendaraan umum di daerah tersebut, sedangkan kami tidak mungkin kembali melewati hutan sepanjang lebih dari lima kilometer itu. Oleh-oleh berupa alat musik pun tak lupa saya beli sebagai kenang-kenangan getting pertama saya pada tugas pembuatan tabloid. Gettting berikutnya adalah Kampung Adat Cirendeu, desa yang dikenal karena ketahanan pangannya. Banyak hal yang dapat saya tanyakan disana untuk memenuhi tugas penulisan pada tabloid. Berbagai pertanyaan yang saya tanyakan bukan semata-mata untuk kepentingan tugas, tapi saat saya menulis tulisan ini, baru terpikir betapa banyak yang para jurnalis tahu, karena mereka banyak bertanya dan itu menjadikan mereka serba tahu. Saya yang hanya mencari tugas di satu lokasi saja mendapatkan pengetahuan yang mungkin tidak semua orang tahu, apalagi jurnalis yang setiap harinya mencari berita. Pada saat proses editing, desain, dan naik cetak, sayang sekali tidak semuanya bisa berkumpul sehingga prosesnya terlimpah ke beberapa orang. Saat itu saya bisa membaca sifat-teman-teman. Ada yang egois, tak acuh, sangat terlihat. Keesokan harinya tabloid dikumpulkan. Alhamdulillah tabloid pertama yang memuat tulisan saya sudah dicetak. Rasanya senang melihat tulisan dan hasil foto kita dimuat, apalagi jika ingat prosesnya dari awal. Padahal itu cetakan kami sendiri, jelas saja ada tulisan kita. Baru begitu saja saya sudah senang, apalagi kalau tulisan saya dimuat setiap hari dalam koran. Alhamdulillah kami dapat mengumpulkan tabloid di pagi hari. Akan tetapi ada beberapa yang telat mengumpulkan. Semoga saja semua mendapat nilai yang baik. Amiin
Tidak terasa semester ini sudah hampir saya lewati. Berbagai ilmu sedikit demi sedikit telah megisi ruang kosong dalam ruang pikiran. Kini saya harus memilih konsentrasi apa yang akan saya jalani di semester yang akan segera menjemput, jurnalistik, pubic relations, atau manajemen komunikasi. Ketiganya memberikan ilmu yang sangat berguna. Semula saya sangat bingung untuk memilih Jurnalistik atau Public Relations (PR). Satu hari, para mahasiswa Ilmu Komuniaksi 2011 diberi kesempatan untuk menyaksikan sosialisasi (atau tepatnya promosi) untuk mengenal lebih jauh mengenai konsentrasi yang akan kami pilih. Sebelumnya, saya bingung memilih Jurnalistik atau PR. Menurut pandangan saya, jurnalistik memberikan Ilmu yang paling maksimal. Di jurnalistik saya dapat memaksimalkan kemampuan yang saya miliki untuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya. Banyak pengalaman yang dapat saya terima jika mengambil konsentrasi pada jurusan ini. Public Relations, konsentrasi yang memberikan peluang bagi saya untuk mendalami dunia pencitraan. Ibu saya pernah berkata, “… perempuan mah humas aja. Biar bisa bagi waktu, pulang ga terlalu malem.” Kalimat itu menguatkan saya untuk dapat menjadi pakerja di lembaga pemerintahan seperti di Kantor Kegubernuran atau Dinas Pariwisata. Ya, saya tertarik dalam dunia pariwisata. (Selain menjadi seorang enterpreiner yang selalu dikedepankan oleh Ayah saya). Saya semakin bingung dengan adanaya sosialisasi jurusan, namun setidaknya saya bingung karena tahu berbagai keunggulan yang dimiliki masing-masing jurusan, bukan bingung karena tidak tau apa-apa. Bagai teori jarum hipodermik Wilbur Schramm, konsentrasi Manajemen Komunikasi perlahan menyuntikkan auranya untuk saya pilih. Enterpreiner dalam bidang yang sempat terlintas semenjak akhir masa SMP, Event Organizer kembali muncul untuk saya dalami. Akh! Semuanya bagus, semuanya keren, semuanya saya suka. Namun tetap saja, saya harus memilih satu dari tiga konsentrasi itu. Akhirnya saya memilih jurusan Public Relations. Di jurusan PR, saya akan menekuni dunia hubungan dengan pihak lain, tentunya membawa “citra”, ya, kalimat yang sama sekali tak asing lagi di telinga. Sebenarnya sampai saat ini,20 Juni, setengah hati saya ingin memilih jurnalistik. Tiap kali mendengar kata itu terlontar dari mulut teman-teman, mata saya berkaca-kaca (mungkin karena saya memang sangat perasa), masih belum berlapang dada rasanya meninggalkan ‘kamar’ jurnalistik untuk memasuki ‘kamar’ yang lain. Masih banyak yang harus saya tahu, masih banyak yang ingin saya dapatkan di jurnalistik. Saya oakan merasakan kenyamanan didalamnya. Setiap saya berada di ruangannya, saya seperti beradai di rumah sendiri. Tidak ada kepalsuan, tidak ada kepura-puraan. Kalau boleh ambil dua konsentrasi, saya akan ambil keduanya. Sampai saat ini, separuh hati ada di jurnalistik. Doakan saja..

No comments:

Post a Comment