Refleksi
Pengantar Ilmu Jurnalistik, itulah
salah satu mata kuliah yang saya dapatkan di semerter 2 sebelum memilih
konsentrasi pada semester berikutnya. Pengantar Ilmu Jurnalistik (P.I.J)
merupakan mata kuliah yang diberikan bagi seluruh mahasiswa Ilmu Komunikasi
sebelum memilih konsentrasi di bidang jurnalistik, public relations, atau manajemen komunikasi di semester tiga. Mata
kuliah atau yang sering teman-teman singkat matkul ini merupakan titik awal
pemberian materi mengenai ilmu jurnalistik. Matkul P.I.J memberikan pelajaran
mengenai dunia media dan kewartawanan. Banyak hal yang dapat diambil dalam mata
kuliah ini. Selain diberikan ilmu, kami sebagai mahasiswa yang belum pernah
tahu menahu tentang dunia jurnalistik diajarkan pula kedisiplinan dan
nilai-nilai kehidupan yang mungkin tidak didapat pada matkul lain. Misalnya,
belajar disiplin terhadap waktu dengan cara mengumpulkan tugas pada waktunya,
mengecek absen untuk malatih kejujuran, dan cerita para jurnalis yang dapat
memperbaiki moral kita sebagai mahasiswa ilmu komunikasi, baik yang ingin
melanjutkan ke konsentrasi jurnalistik ataupun tidak. Tugas yang diberikan para
dosen P.I.J pun beragam, dinamis, dan cukup melatih kita setidaknya untuk mengenal
begitulah gambaran kegiatan para jurnalis sebenarnya. Dosen P.I.J sangat
komunikatif sehingga saya sangat memahami ilmu yang disampaikan. Cerita moral
dan pelajaran bagi para pelanggar menjadi nilai plus tersendiri bagi para
professional ini. Sejak pertemuan pertama mata kuliah ini, saya sudah mengira
bahwa sistem pengajarannya sangat terstruktur, terencana, dan terealisasikan
dengan baik. Terbukti, pada pertemuan pertama, saya sudah diberi tahu materi apa
saja yang akan saya dapatkan pada semester ini.
Tugas yang diberikan pada mata kuliah
P.I.J sangat beragam. Bentuknya pun tidak melulu yang “itu-itu saja”. Contohnya
tugas menganalis jenis berita. Kami diberi tugas mengkategorikannya. Dengan
tugas yang diberikan, mau tidak mau saya membeli koran setiap hari selama satu
minggu lalu saya baca. Tentu saja setelah diberi tugas, saya jadi mengenal
bentuk-bentuk karya jurnalistik. Tidak hanya itu, ternyata ada manfaat lain
dari tugas yang diberikan. Sedikit demi sediikit saya menyadari betapa banyak
informasi yang dapat saya ketahui dari oran. Sejak saat itu, saya mulai terbiasa
membaca koran Sepertinya ada yang mengganjal jika melewatkan informasi sehari
saja. Masih teringat dalam ingatan saat dosen memberikan tugas UTS dengan
skenario yang baik. Saya sempat membayangkan berapa nilai yang akan saya dapat
jika saat itu dilaksanakan UTS mendadak. Ternyata itu hanya sandiwara yang sukses
mengerjai para mahasiswa.
Tugas akhir yang diberikan pada
semerter ini adalah pembuatan tabloid. Kelompok saya mengambil genre pariwisata dengan judul tabloid
“Peta”, Petunjuk Pariwisata. Getting, itulah
kata yang biasa saya dengar dari para senior jurnalistik yang akan mencari
berita. Getting yang saya bersama tim
lakukan diantaranya ke Taman Hutan Raya Ir. Djuanda di kawasan Dago dan Kampung
Adat Cirendeu di Kota Cimahi. Getting pertama
yang saya lakukan di Taman Hutan Raya (Tahura) merupakan pengalaman yang
mungkin tidak akan bisa saya lupakan. Saya harus berjalan lebih dari lima
kilometer untuk mencapai lokasi air terjun dari gua yang menjadi destinasi getting sebelumnya. Kami harus menumpang
bakter untuk kembali keluar dari lokasi karena hari sudah mulai petang dan
sudah tidak ada kendaraan umum di daerah tersebut, sedangkan kami tidak mungkin
kembali melewati hutan sepanjang lebih dari lima kilometer itu. Oleh-oleh
berupa alat musik pun tak lupa saya beli sebagai kenang-kenangan getting pertama saya pada tugas
pembuatan tabloid. Gettting berikutnya
adalah Kampung Adat Cirendeu, desa yang dikenal karena ketahanan pangannya.
Banyak hal yang dapat saya tanyakan disana untuk memenuhi tugas penulisan pada
tabloid. Berbagai pertanyaan yang saya tanyakan bukan semata-mata untuk
kepentingan tugas, tapi saat saya menulis tulisan ini, baru terpikir betapa
banyak yang para jurnalis tahu, karena mereka banyak bertanya dan itu menjadikan
mereka serba tahu. Saya yang hanya mencari tugas di satu lokasi saja mendapatkan
pengetahuan yang mungkin tidak semua orang tahu, apalagi jurnalis yang setiap
harinya mencari berita. Pada saat proses editing, desain, dan naik cetak,
sayang sekali tidak semuanya bisa berkumpul sehingga prosesnya terlimpah ke
beberapa orang. Saat itu saya bisa membaca sifat-teman-teman. Ada yang egois,
tak acuh, sangat terlihat. Keesokan harinya tabloid dikumpulkan. Alhamdulillah
tabloid pertama yang memuat tulisan saya sudah dicetak. Rasanya senang melihat
tulisan dan hasil foto kita dimuat, apalagi jika ingat prosesnya dari awal. Padahal
itu cetakan kami sendiri, jelas saja ada tulisan kita. Baru begitu saja saya
sudah senang, apalagi kalau tulisan saya dimuat setiap hari dalam koran.
Alhamdulillah kami dapat mengumpulkan tabloid di pagi hari. Akan tetapi ada
beberapa yang telat mengumpulkan. Semoga saja semua mendapat nilai yang baik.
Amiin
Tidak terasa semester ini sudah hampir
saya lewati. Berbagai ilmu sedikit demi sedikit telah megisi ruang kosong dalam
ruang pikiran. Kini saya harus memilih konsentrasi apa yang akan saya jalani di
semester yang akan segera menjemput, jurnalistik, pubic relations, atau manajemen komunikasi. Ketiganya memberikan
ilmu yang sangat berguna. Semula saya sangat bingung untuk memilih Jurnalistik
atau Public Relations (PR). Satu
hari, para mahasiswa Ilmu Komuniaksi 2011 diberi kesempatan untuk menyaksikan
sosialisasi (atau tepatnya promosi) untuk mengenal lebih jauh mengenai
konsentrasi yang akan kami pilih. Sebelumnya, saya bingung memilih Jurnalistik
atau PR. Menurut pandangan saya, jurnalistik memberikan Ilmu yang paling
maksimal. Di jurnalistik saya dapat memaksimalkan kemampuan yang saya miliki
untuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya. Banyak pengalaman yang dapat saya
terima jika mengambil konsentrasi pada jurusan ini. Public Relations, konsentrasi yang memberikan peluang bagi saya
untuk mendalami dunia pencitraan. Ibu saya pernah berkata, “… perempuan mah humas aja. Biar bisa bagi waktu, pulang ga
terlalu malem.” Kalimat itu
menguatkan saya untuk dapat menjadi pakerja di lembaga pemerintahan seperti di
Kantor Kegubernuran atau Dinas Pariwisata. Ya, saya tertarik dalam dunia
pariwisata. (Selain menjadi seorang enterpreiner
yang selalu dikedepankan oleh Ayah saya). Saya semakin bingung dengan adanaya
sosialisasi jurusan, namun setidaknya saya bingung karena tahu berbagai
keunggulan yang dimiliki masing-masing jurusan, bukan bingung karena tidak tau
apa-apa. Bagai teori jarum hipodermik Wilbur Schramm, konsentrasi Manajemen
Komunikasi perlahan menyuntikkan auranya untuk saya pilih. Enterpreiner dalam bidang yang sempat terlintas semenjak akhir masa
SMP, Event Organizer kembali muncul
untuk saya dalami. Akh! Semuanya bagus, semuanya keren, semuanya saya suka.
Namun tetap saja, saya harus memilih satu dari tiga konsentrasi itu. Akhirnya
saya memilih jurusan Public Relations.
Di jurusan PR, saya akan menekuni
dunia hubungan dengan pihak lain, tentunya membawa “citra”, ya, kalimat yang
sama sekali tak asing lagi di telinga. Sebenarnya sampai saat ini,20 Juni, setengah
hati saya ingin memilih jurnalistik. Tiap kali mendengar kata itu terlontar
dari mulut teman-teman, mata saya berkaca-kaca (mungkin karena saya memang
sangat perasa), masih belum berlapang dada rasanya meninggalkan ‘kamar’
jurnalistik untuk memasuki ‘kamar’ yang lain. Masih banyak yang harus saya
tahu, masih banyak yang ingin saya dapatkan di jurnalistik. Saya oakan
merasakan kenyamanan didalamnya. Setiap saya berada di ruangannya, saya seperti
beradai di rumah sendiri. Tidak ada kepalsuan, tidak ada kepura-puraan. Kalau
boleh ambil dua konsentrasi, saya akan ambil keduanya. Sampai saat ini, separuh
hati ada di jurnalistik. Doakan saja..
No comments:
Post a Comment