George
Wilhelm Friedrich Hegel merupakan seorang tokoh utama dalam idealisme Jerman. Ia
merupakan salah satu tokoh filsafat spekulatif terkenal. Hegel dilahirkan di
Stuttgart, Jerman pada tahun 1770. Hegel belajar teologi dan filsafat di
Tubingen, bersama Schelling. Selama beberapa tahun, Hegel bekerja sebagi dosen
pribadi, tetapi berkat suatu warisan ia mampu melanjutkan studi di Jena,
kemudian ia menjadi dosen filsafat.
Ketika
kota Jena diduduki oleh Napoleon pada tahun 1806, Hegel melarikan diri ke Nurnburg
dan menjadi rektor Gymnasium. Pada tahunn 1817 Hegel diundang untuk menjadi
guru besar di Heidelberg dan satu tahun kemudian di Berlin. Hegel menjadi
sangat populer disana dan disebut “professor professorum”. Banyak mahasiswa
datang dari mana-mana untuk mendengarkan ajarannya. Tahun 1813 ia meninggal di
Berlin.
Tulisan-tulisan penting
1807 - Phanomenologie des Geistes (Fenomenologi Roh)
1812-1816 - Wissenschaft
der Logik (Ilmu Logika)
1817 - Enzyklopedie der philosophischem Wissenschaften (1830 edisi baru)
1821 -
Grundlinien der Philosophie des Rechts (Garis-garis
dasar filsafat hukum)
Pikiran-pikiran
pokok
a. Idealisme
mutlak
Orientasi
filsafatnya adalah keagamaan yang kuat. Kant telah mengajarkan bahwa manusia
hanya mengenal gejala-gejala, “fenomin-fenomin”. Benda-benda yang diamati oleh
pancaindera diberi struktur oleh kategori-kategori dari akal. Akan tetapi
menurut Hegel, segala sesuatu dapat diketahui. Menurut Hegel, Kant berbuat
kebingungan kategori dalam mempermasalahkan eksistensi Tuhan sebagai All Perfect Being. Hegel menyatakan
kekeliruan Kant sehubungan dengan perbedaaan kategori, finite dan infinite. Kata
Hegel, jangan menyamakan eksistensi Tuhan (infinite)
dengan eksistensi yang finite.
b. Struktur
dialektis filsafat Hegel
Hegel
mengatakan bahwa proses historis bersifat dialektis. Dialektika berasal dari
kosa kata Yunani Kuno yang merujuk semacam pemikiran. Dalam karyanya,
dialektika ini menunjukkan suatu suatu proses pemikiran atau logika.
Suatu pernyataan khusus diungkapkan
(tesis), yang selanjutnya ditarik kontradiksi dari pernyataan tersebut. Dari
situ, diperoleh suatu konsepsi baru dengan penekanan pada aspek kontradiktifnya
(antithesis). Akhirnya akan ditemukan suatu resolusi atau perpaduan antara dua
pandangan ini (sintesis). Hegel memandang keseluruhan sejarah manusia sebagai
penampakan dari pola ini yang mana periode watu tertentu memuat beberapa konsepsi
mengenai hal-hal tertentu dan konsepsi tersebut memuat di dalamnya
kontradiksi-kontradiksi atau kesulitan-kesulitan tertentu yang akhirnya menjadi
eksplisit. Kontradiksi-kontradiksi tersebut ditransendensikan oleh suatu
konsepsi baru akan suatu hal dan demikian seterusnya. Sepanjang proses ini, Roh
semakin mengenal dirinya dengan baik sampai pada tingkat ultimo, yakni
disadarinya pengetahuan Absolut.[1]
Apa
persinya dialektika Hegel?
Pertama, berpikir
secara dialektis berarti berpikir dalam totalitas.
Totalitas berarti keseluruhan yang mempunyai unsur-unsur yang saling bernegasi (mengingkari dan
diingkari), saling berkontradiksi (melawan
dan dilawan), dan saling bermediasi (memperantarai
dan diperantarai).
Kedua, seluruh
proses dialektis itu sebenarnya merupakan “realitas yang sedang bekerja”.
Disini menjadi jelas bahwa proses dialektis yang meliputi kontradiksi negasi
dan mediasi itu bukan semata-mata abstrak, melainkan terjadi dalam realitas.
Ketiga, berpikir
dialektis berarti berpikir dalam perspektif empiris-historis. Pemikiran
dialektis menolak pemikiran yang sama sekali formal. Pemikiran dialektis
menekankan isi atau substansi dari masing-masing kenyataan empiris yang tidak
boleh saling mengecualikan. Pemikiran dialektis mengarah pada pendekatan yang
lebih kaya.
Misalnya,
ia tidak berpikir tentang “lurus” sebagai lawan “tidak lurus”, melainkan
sebagai berlawanan dengan “bengkok”, “melengkung”, “zig-zag”, dan sebagainya.
Keempat, berpikir
dialektis berarti berpikir dalam kerangka kesatuan teori dan praxis.
Pemikiran
dialektis tidak mengandaikan adanya kesenjangan antara teori dan praxis yang
harus dijembatani, melainkan bagaimana suatu teori dapat membuahkan praxis. Menurut Hegel, teori tersebut harus
berpangkal pada realitas, termasuk kemampuan kita untuk mengubah realitas.
Teori ini tidak lagi membutuhkan aplikasi terhadap realitas, sebab realitas
sudah termasuk didalamnya. Teori macam ini sifatnya “afirmatif”, artinya mau
menyatakan diri menjadi realitas. Hegel yakin hal tersebut bisa dilaksanakan
karena pada hakekatnya kesadaran (teori) sudah mencapai kesempurnaan dalam roh,
didalamnya terkandung realitas yang sudah saatnya “diafirmasikan” (dinyatakan
keluar).
The phenomenology of Spirit adalah
usaha Hegel untuk menyelidiki sejarah dengan proses dialektikal pemikiran.
Marx, murid Hegel yang mempelajari Hegel secara sungguh-sungguh, menyebutkan
buku itu sebagai “tempat kelahiran yang sejati dan rahasia atas filsafat
Hegel.” Bagi Hegel, fenomenologi adalah studi tentang penampakan, fenomena,
cara berada objek-objek terhadap kita sejauh yang kita tangkap adalah ilmu yang
benar. Fenomenologi ini dilawankan dengan metafisik. Roh adalah dunia Hegel
bagi Akal Kosmik yang mengenal dirinya sendiri dalam alur proses historis dan
dialektikal yang terjadi. Buku tersebut menyiratkan suatu usaha Hegel dalam
memeriksa dinamika kerja Roh yang tampak pada umat manusia. Menurut Hegel buku
tersebut adalah kebenaran sejarah manusia dalam segala maknanya dan yang
kepadanya kita semua diarahkan.
Dialektik
merupakan suatu “irama” yang memerintahkan seluruh pikiran Hegel. Kelemahan
filsafat Hegel antara lain bahwa segala sesuatu “dicocokkan” dengan struktur
ini, “dipaksakan”untuk menerima bentuk yang sesuai dengan keseluruhan.[2]
c. Keyakinan
dasar
Menurut
Hegel, “ide yang dapat dimengerti” dan “kenyataan” itu sama. Rasionalitas dan
realitas itu sama, tidak ada perbedaan antara “rasio” dan “realitas”. Yang
dimengerti itu real, dan yang real itu dimengerti. “Berpikir” dan “ada” itu
sama. Seluruh kenyataan itu satu proses dialektis.
d. Roh
Hegel
mengusulkan idealisme absolut. Ia berpandangan bahwa realitas tidak dibentuk
oleh pikiran individu tetapi oleh suatu Akal Kosmik tunggal yang disebut Roh. Hegel
mengatakan, seluruh kenyataan merupakan satu “kejadian” besar, dan kejadian ini
adalah “kejadian roh”.
Roh
ini adalah Allah. Bukan Allah sebagai “persona”, “Allah yang sama sekali
lain”(“Transendensi”), melainkan suatu Allah yang betul-betul “imanen”. Pada diri Hegel, alam hanya merupakan satu
“tahap” dari kejadian Allah. Pendapat Hegel cukup berbeda dari pikiran
kristiani. Agama menurut Hegel kurang sempurna: agama itu tahap terakhir ke
arah kebenaran filsafat. Agama memberi kebenaran tentang Allah dalam bentuk
anggapan-anggapan. Filsafat memberi kebenaran yang sama dalam bentuk
satu-satunya yang patut yaitu bentuk pengertian-pengertian.[3]
Menurut
Hegel, keseluruhan sejarah manusia
adalah Roh yang memahami dirinya sebagi suatu realititas. Hal ini
menjadi kunci pemikiran Hegel.
Hegel
menyatakan bahwa ada berbagai cara untuk memandang dunia. Ada sejumlah
“bentuk-bentuk kesadaran”. Bentuk-bentuk kesadaran tersebut menyatakan lebih
baik atau mungkin lebih lengkap, bahwa sesuatu muncul sebagai bagian dari keseluruhan.
Proses
historis cenderung menuju pada pandangan sempurna tentang dunia. Sepanjang
proses sejarah ini, Roh mengenali
dirinya semakin baik, kebenaran berkembang dan dalam segi literer hal yang sama
terjadi pada realitas. Sejarah dalam kata lainnya, sedang menuju suatu tempat
dan Hegel mempelajarinya, mengurai maknanya. Dalam arti ini, Hegel adalah
filsuf sejarah yang pertama[4]
Kaitan Pemikiran Hegel dengan ilmu
Komunikasi
Hegel
mengatakan, “ide yang dapat dimengerti” dan “kenyataan” itu sama. Jika kalimat
Hegel dikaitkan dengan kalimat Floyd L. Ruch yang mengatakan “berpikir
merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan
lambang-lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak” ,
terdapat korelasi diantara keduanya. Misalnya, saya memiliki uang sebanyak lima
milyar. Jika setiap hari saya hanya membelanjakannya seratus ribu, dalam berapa
tahun uang saya akan habis? Untuk menjawab pertanyaan itu, saya tidak perlu
menghadirkan uang lima milyar. Saya cukup menggunakan angka, kali, bagi,
jumlah, atau kurang (dalam komunikasi disebut lambang verbal). Secara tepat,
saya dapat menjawabnya melalui berpikir dan berhitung. Caranya dapat
dimengerti, masuk akal, dan akan sesaui dengan kenyataan.
Kalimat
Hegel yang menyatakan bahwa rasionalitas dan realitas itu sama, tidak ada
perbedaan antara “rasio” dan “realitas”, memang dapat dibuktikan dari contoh
hitung-hitungan diatas. Akan tetapi, kalimat ini tidak sejalan dengan
pengertian realitas yang sesungguhnya.
Jika
dalam hal menghitung menggunakan rasional sesuai dengan realitas, belum tentu
pada keadaan sosial sesuai realitas. Misalnya, seorang mahasiswa mendapat IPK
3,75. Secara rasional, ada kemungkinan-kemungkinan jawaban yang diputuskan
dengan alasan yang rasional pula. Misalnya dia mahasiswa yang rajin belajar,
sedang beruntung, atau menyontek kepada teman sebelahnya saat ujian. Akan
tetapi kita tidak tau realitasnya, siapa sangka ternyata nilai mahasiswa
tersebut tertukar dengan nilai mahasiswa kelas lain.
Charles
E. Osgood, G. Suci, dan P. Tannenbaum membuat suatu instrumen Beda-Semantik untuk mengukur keakuratan
suatu realitas. Dalam buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar karya Prof. Deddy
Mulyana, dikatakan bahwa realitas yang sebenarnya tidak bersifat hitam-putih,
tetapi terdiri dari jutaan corak abu-abu dan warna lainnya. Realitas secara
utuh tidak dapat diungkapkan.
Sumber
:
Garvey,
James. 2010. 20 Karya Filsafat Terbesar. Yogyakarta: Kanisius
Hamersma,
Harry. 1983. Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta : Gramedia
Hartoko,
Dick. 1995. Kamus Populer Filsafat. Jakarta Utara: RajaGrafindo Persada
Mulyana,
Deddy. 2000. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Rakhmat,
Jalaluddin.1985. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja rosdakarya
Rapat,
Jan Hendrik. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kansius
Sindhunata, 1982. Dilema Usaha Manusia Rasional:
Kritik Masyarakat Modern oleh Max
Horkheimer dalam Rangka Sekolah Frankfurt. Jakarta: Gramedia
Bagus.....minta izin copy ya Mba....untuk bahan referensi.....terimakasih..
ReplyDelete